Jakarta, Jatengnews.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan Bimbingan teknis (Bimtek) penanganan gangguan psikososial pada peserta didik.
Hal itu dilakukan guna mendorong satuan pendidikan semakin empatik dan ramah terhadap anak dan remaja untuk menekan risiko gangguan psikososial.
Pasalnya data hasil kajian Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan 2020, 4,3 persen laki-laki dan 5,9 persen perempuan di tingkat SMP dan SMA memiliki keinginan bunuh diri.
Namun, kondisi gangguan psikososial yang dialami anak dan remaja tidak banyak disadari dan diketahui oleh berbagai pihak, termasuk tenaga pendidik di satuan pendidikan.
“Gangguan psikososial pada anak dan remaja tidak bisa dianggap enteng. Harus segera ditangani. Jika dibiarkan dapat menyebabkan efek bola salju dan berbahaya bagi anak itu sendiri, lingkaran pertemanan, dan lingkungan sosialnya,” jelas Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar.
Menurutnya, gangguan psikososial pada anak dan remaja merupakan suatu masalah yang kadang tidak terlihat oleh mata, tapi tanda-tandanya dapat terdeteksi. Oleh karenanya, perlu pengamatan khusus oleh orang-orang di sekitarnya, salah satunya guru.
Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus Kemen PPPA, Elvi Hendrani mengatakan bahwa saat ini masih banyak pihak yang tidak peka melihat perubahan perilaku anak-anak yang sebenarnya merupakan indikasi awal kecenderungan gangguan psikososial.
Elvi juga mengingatkan agar hal ini jangan sampai berujung pada bunuh diri. Selain itu, pihaknya juga meluncurkan buku “Penanganan Gangguan Psikososial Pada Peserta Didik.
Buku bertujuan membantu seluruh tenaga pendidik agar memahami dan membangun kerja sama yang baik dalam memberikan pertolongan pertama terkait gangguan psikososial yang dialami peserta didik sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.
Sementara itu, Psikolog, Rahajeng Ikawahyu Indrawati menginfokan langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pihak satuan pendidikan ketika menemukan tanda-tanda gangguan psikososial pada peserta didik.
Seperti mewawancarai anak, menanyakan kepada pihak lain, berkomunikasi dengan orang tua konseling dan stabilisasi dan lain-lain.
Psikiater, Shelly Iskandar menambahkan seluruh sistem satuan pendidikan bertanggung jawab dalam memberikan dukungan dan harapan pada anak-anak yang mengalami gangguan psikososial, salah satunya dengan metode DEKAP.
Acara dilaksanakan selama tiga hari 7-9 April 2021 dan diikuti 300 peserta perwakilan Satuan Pendidikan Sekolah Ramah (SRA) Anak dari Provinsi Bengkulu, Provinsi Jawa Tengah, dan Provinsi Sulawesi Selatan, dari jenjang SD/MI, SMP/MA hingga SMA/MA.
Selain itu juga melibatkan perwakilan kepala sekolah/madrasah, guru kelas, guru BK dan PJOK. (Zaidi-02).