Semarang, Jatengnews.id – Teliti Kebijakan Hak Hukum Diaspora Indonesia di Asia Tenggara dan Australia, Qurrotul Uyun, SH., MH yang juga Dosen IAIN Jember raih gelar Doktor di Bidang Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Diponegoro (Undi) di Usia 27 tahun.
Perempuan kelahiran Jember tahun 1993 ini juga menjadi Doktor Termuda di IAIN Jember setelah berhasil mempertahankan Disertasinya di hadapan tim penguji Prof. Dr. Retni Saraswati, SH., M.Hum, Prof. Dr. FX. Adji Samekto, SH., M. Hum, Prof. Dr. FX Djoko Priyono, SH., M. Hum, Dr. Bayu Dwi Anggono, SH., MH, Dr. Sukirno, SH. M.Si, Dr. Amalia Diamantina, SH., M. Hum dan Dr. Djoko Setiyono, SH., M.Hum, Rabu (21/4/2021) hari ini.
Uyun sapaan akrabnya mengatakan, Disertasinya mengkaji tentang konseptualisasi kebijakan hak hukum bagi diaspora Indonesia dalam konteks negara kesejahteraan. Ide dalam penggarapan disertasi tersebut berawal dari keingintahuannya terhadap fenomena diaspora yang menjadi fenomena global dengan trend positif seiring dengan meningkatnya imigran sukses di abad ke 21.
Diaspora lahir menjadi komunitas besar yang memiliki experience tinggi dalam perjalanan hidup dengan global networking yang sangat kuat dan bisa menjadi devisa besar atau remitansi bagi suatu negara. Karena itu, dalam menentukan strategi pembangunan ke depan, pemerintah Indonesia perlu mempunyai strategi mengenai kebijakan diaspora secara jelas agar dapat memanfaatkan aset, jaringan dan brain power yang dimiliki diaspora Indonesia.
“Masyarakat Indonesia luar negeri kurang merasakan bahkan kesulitan dalam mengakses penggunaan fasilitas sebagaimana yang telah diamanatkan dalam regulasi masyarakat Indonesia luar negeri”, kata alumni PMII Unej ini.
Uyun menulis disertasi di bawah bimbingan Prof. Dr. Retno Saraswati, SH., M. Hum yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, dan Prof. Dr. FX. Adji Samekto, SH., M.Hum yang saat ini menjabat sebagai Deputi Bidang Hubungan Antar Lembaga, Sosialisasi, Komunikasi, dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia.
Dalam proses penulisan Disertasi, Uyun menggali data di beberapa tempat, termasuk di antara lokasi penelitiannya adalah di Asia Tenggara meliputi Malaysia, Singapura, dan Filipina, serta Australia. Dikatakan Uyun, Australia dijadikan tempat atau objek penelitian untuk menggali data tentang respon sejauhmana diaspora Indonesia mendapatkan perlindungan hak hukum dari pemerintah Indonesia.
“Untuk memperoleh data-data tersebut, saya datang ke Australia. Selain melakukan wawancara langsung dengan para masyarakat Indonesia luar negeri yang berada di Australia. Saya juga berkunjung ke Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Ibu Kota Australia yaitu di Canberra, Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia Sydney Australia yang mengurusi masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri terutama bagian New South Wales, serta Konsulat Jenderal (Konjen) Republik Indonesia Melbourne Australia yang mengurusi masyarakat Indonesia yang ada di luar negeri terutama bagian Victoria, Melbourne”, terang Uyun
Sementara di Indonesia, Uyun, menggali data dari beberapa lembaga dan kementerian, antara lain Kementerian Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI (Kemenkumham), khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Direktorat Tata Negara dan lainnya.
Uyun menyebutkan bahwa , jika masyarakat diaspora diposisikan dan diberikan hak dalam konteks hukum, maka sejatinya harus searah dengan konsep filosofis cita hukum yang terdiri dari tiga unsur yaitu keadilan, kehasilgunaan dan kepastian hukum.
“Dalam konsep negara kesejahteraan (welfare-state), pada esensinya adalah memberikan perlindungan terhadap kepentingan dasar warga dalam suatu negara. Pilihan ideologi negara kesejahteraan bagi Indonesia haruslah dapat dioperasionalkan dengan baik. Realitas yang terjadi masih menyisakan persoalan dan belum mencerminkan cita-cita hukum yang ideal, terutama dalam konteks keadilan dan kepastian hukum”, terang Uyun.
Karena itu, penelitian Uyun menawarkan konsep ideal perlindungan hak hukum bagi diaspora Indonesia yang didasarkan pada paradigma One Pancasila Identity Concept (OPIC). Menurutnya, OPIC menjadi landasan untuk memperjelas tujuan regulasi tentang pengaturan hak hukum diaspora yang seutuhnya.
“Seharusnya adanya regulasi diaspora Indonesia mencerminkan nilai-nilai Pancasila terutama nilai nasionalisme guna menyuburkan kecintaan terhadap tanah air. Dengan mempromosikan gagasan nasional One Pancasila Identity Concept (OPIC) dalam kebijakan diaspora, maka bisa mensiasati untuk mencegah brain-drain dan mempertahankan brain-gain”, tegas Uyun.
Sementara terkait dengan kartu masyarakat Indonesia di Luar negeri, Uyun mengulas beberapa contoh kartu diaspora dari negara lain yang bisa dijadikan acuan bagi negara Indonesia, misalnya Kartu PIO (Person of Indian Origin) dan kartu OCI (Overseas Citizent Of India), serta Overseas Filipino Workers (OFW). (Ody-01).