Semarang, Jatengnews.id – Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, memeriksa penumpang kapal laut Dharma Ferry 2 asal Pelabuhan Ketapang Kalimantan Barat, di Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Kamis (29/4/2021).
Dari pemeriksaan saat kapal sandar, didapati sejumlah penumpang membawa satwa berupa burung-burung yang tidak dilengkapi sertifikat.
Di antaranya burung Kacer (Copsychus Saularis) lima ekor, Murai Batu (Copsychus Malabaricus) tiga ekor, Jalak Kebo (Acridotheres Javanicus) satu ekor, dan Kolibri (Trochilidae) dua ekor. Lainya dilengkapi dengan sertifikat dari Balai Karantina Pertanian asal.
Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas I Semarang, Parlin Robert Sitanggang, mengatakan, menjelang H -14 Lebaran 2021 ini pihaknya lebih mengetatkan kawasan lalu lintas media pembawa pertanian dan satwa, yakni pelabuhan.
“Yang masuk Pelabuhan Tanjung Emas, kita koordinasi dengan pihak terkait untuk diadakan Operasi Patuh Karantina. Setiap penumpang diperiksa, yang membawa tanaman maupun burung harus dilengkapi dokumen, namun masih dapat ditemui yang masih tidak membawa dokumen lengkap,” jelasnya.
Pihaknya terus melakukan tindakan preventif, agar masyarakat yang mudik dari Kalimantan ke Jawa tidak membawa satwa-satwa dan tumbuhan yang ilegal. Sebab ada satwa-satwa dan tumbuhan yang dilindungi negara.
“Meskipun sejumlah satwa yang dibawa penumpang kali ini, bukan satwa lindung namun penangkapan dari alam itu supaya jangan jadi kebiasaan. Ada masyarakat yang kerja di perkebunan di Kalimantan sana menangkapi burung dari alam di bawa ke Jawa itu juga tidak sembarangan. Maka pentingnya perizinan untuk menjaga popuulasi burung,” jelasnya.
Sebelumnya, operasi gabungan dilakukan juga bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah, di Pelabuhan Tanjung Emas, yang dirilis 17 April 2021 lalu. Tim mengamankan 32 ekor burung cicak daun kecil atau cucak ijo. Lalu 38 ekor burung murai batu, dan 240 ekor burung madu.
Dalam operasi itu, ditemukan 90 ekor satwa dalam keadaan mati. Rinciannya burung yang mati ada 15 ekor burung cucak ijo, tujuh ekor murai batu dan 64 ekor burung madu.
“Burung yang diselundupkan telah melanggar aturan UU Nomor 21 Tahun 2019 mengenai karantina hewan, ikan dan tumbuhan,” jelas Parlin.
Lanjut dia, satwa-satwa yang disita, di mana pemilik tidak bisa memenuhi legalitas, maka akan diserahkan ke BKSDA, atau di bawa ke penangkaran.
Sementara itu, Achmad Ridha Junaid, Biodiversity Conservation Officer Burung Indonesia, menjelaskan, sebetulnya perlunya melakukan penelusuran (tracking). Dari mana burung dari alam tersebut didapat, apakah dari hutan konservasi atau bukan.
“Tanpa tracking kita tidak tahu asalnya burung dari mana. Kita tidak bisa membedakan apakah satwa itu diambil dari kawasan konservasi atau bukan. Pada akhirnya kondisi ini membuat penurunan populasi burung di alam liar. Dulu misalnya kita sangat familiar dengan cucak jenggpot. Sangat umum ditemukan, di hutan terbuka hijau di perkotaan, tapi sekarang jarang terlihat karena perburuan,” jelasnya.
Menurutnya, penyelundupan itu semakin meresahkan yang membuat populasi stawa di alam merosot. Jalur perdagangan satwa sudah pada tingkat nasional bila melalui jalur laut kapal penumpang dalam negeri. (Ody-01).