Semarang, Jatengnews.id – Kisah Perjuangan kakek berumur 80 tahun Martin Aleida menerbitkan bukunya yang Berjudul Tuhan Menangis Terluka.
Martin di umurnya yang sudah memasuki masa senja, mengaku mengalami kesulitan saat mengumpulkan bahan dan mengolah data yang ia kumpulkan.
“Tantangan yang berat itu membuat pekerjaan menulis buku ini bisa selasai hampir 2 tahun,” jelasnya Sabtu (28/1/2023).
Baca juga: LIRIK LAGU Mangku Buku oleh Farel Prayogo Lengkap Terjemahannya
Tak hanya itu, selama proses penulisan ia sering kurang akurat dalam mengetik atau salah dalam penulisan kata. Sedang dalam proses penulisannya, ia masih menggunakan cara jurnalistik dengan gaya keterlibatan (membawa pembaca untuk mengetahui detail-detail kejadian dan backgroundnya dengan penuh rasa).
“Banyak hal yang dari satu yang makro, jika kamu menemukan setitik saja bisa menjadi pemicu imajinasi dan tantangan bagi ketrampilan anda, untuk menulis sesuatu yang tidak besar tapi sangat menyentuh,” ungkapnya.
Martin menunjukan, bagaimana salah satu karya yang menggunakan gaya keterlibatan, seperti milik Mery kolin yang berjudul ‘Memori-Momori Terlarang’.
“Buku yang disusun oleh pendeta perempuan tersebut ada beberapa kata yang saya kutip disitu,” ucapnya.
Bukunya tersebut, mengisahkan bagaimana tragedi-tragedi yang terjadi pada tahun 1965-1966 (kompendium kisah-kisah kejahatan terhadap kemanusiaan).
“Ketakutan pasti ada, sehingga hal tersebut (sub terkait kompendium kisah-kisah kejahatan terhadap kemanusiaan) tidak di cantumkan dalam cover,” jawabnya.
Menariknya, dengan sengaja bukunya tersebut tidak ia daftar dalam ISBN (International Standard Book Number).
Kritiknya, jika ada buku yang di depannya ada tulisan “percetakan tidak tanggungjawab terhadap isi buku” ia cukup muak dengan kalimat yang menurutnya sebagai bentuk ketakutan tersebut.
Jika membaca karyanya, memang beberapa di antaranya mengisahkan kondisi semarang di era itu. Bahkan ia mengakui pernah tinggal di Kota Atlas ini.
Baca juga: Contoh Literasi Singkat Bahasa Indonesia Berbagai Tema, Lengkap Literasi Buku Fiksi dan Novel
“Semarang ini tidak jauh dari hati saya, boleh saya ceritakan sebelum 30S itu saya berada di kota ini, dan pada 2 Oktober tahun 65 pulang ke Jakarta,” kisahnya.
Martin mengaku kenal baik dengan Semarang, dan waktu ia di Semarang kondisi pasarnya masih tradisional. Kenangan pasar yang ia ingat benar yaitu pasar Johar, dimana sekarang pasarnya sudah dibangun dengan cukup megah dengan beberapa lantai telah dikramik.
Ia menyebut kondisi saat ini sudah tidak seperti dulu, karena lalu lintas yang sudah tidak begitu bersahabat sebagai bagi dirinya yang sudah kesusahan dalam berjalan (Karena pernah mengalami kecelakaan motor 9 tahun yang lalu). (Kamal-02)