Semarang, JatengNews.id – Puluhan aktivis perempuan demo di depan Kantor Balaikota Semarang Jalan Pemuda, Selasa (19/9/2023) siang.
Aktivis perempuan demo di depan Kantor Balaikota Semarang untuk menolak Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan yang dinilai cacat.
Masa demo di depan Kantor Balaikota Semarang tergabung dalam Aliansi Organisasi Peduli Perempuan Kota Semarang tersebut, menganggap Raperda tersebut tidak partusupatif dan tidak implementatif di Kota Semarang.
Terpantau masa demo hadir dengan membawa karangan bunga yang mengucapkan turut berduka atas munculnya raperda dan melakukan aksi diam.
Baca juga: Warga Purwosari Demak Demo Tolak Pembangunan Rusun Masyarakat Terdampak Rob
“Turut berduka, untuk Pansus DPRD Kota Semarang atas penyusunan Raperda Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan di Kota Semarang yang meninggalkan perempuan rentan,” kata yang terpampang dalam karangan bunga tersebut.
Korlap demo, Nihayatul Mukarromah mengatakan, selain melakukan aksi diam, pihaknya juga melakukan gerakan kirim pesan Whatshapp serentak terhadap Ketua DPRD Kota Semarang dan Ketua Pansus.
“Yang Terhormat Ibu/ Bapak DPRD Kota Semarang saya .. (nama) dari …(organisasi) Memohon kepada ibu/bapak DPRD Kota Semarang untuk mengkaji ulang penyusunan Raperda Pemberdayaan & Perlindungan Perempuan dengan melibatkan Perempuan rentan dan organisasi-organisasi yang bekerja dalam isu HAM Perempuan di Kota Semarang,” ucapnya terkait isi pesan whatshapp yang dikirimkan.
Niha mengatakan, adanya Raperda yang sudah masuk dalam program pembentukan peraturan daerah tahun 2023. Sesuai dalam Keputusan DPRD Kota Semarang Nomor 172.1/16 tahun 2022, menyebutkan adanya Reperda Pemberdayaan & Perlindungan Perempuan sebagai bentuk inisiatif DPRD.
Menurutnya, Raperda tersebut dinilai cacat dan tidak partisipatif.
“Karena proses penyusunan dan pembahasan Raperda tersebur tidak melibatkan kelompok masyarakat yang terdampak langsung yaitu perempuan, terutama kelompok perempuan rentan,” paparnya kepada Jatengnews.id.
Kelompok rentan yang dimaksudkan, yakni perempuan korban kekerasan, perempuan disabilitas, perempuan denganHIV/AIDS, dan beberapa kelompok perempuan lainnya.
Niha mengaku, mendapatkan draft dari raperda tersebut pertanggal 2 Agustus 2023. Sebutnya, dari draft tersebut ada beberapa isi yang dianggap tidak sesuai.
“Contoh yang tidak sesuai, bahwa draft ini tujuannya untuk memberikan layanan pada pemulihan korban, tapi didalamnya tidak menyebutkan bagaimana mekanisme layanan yang bisa diakses dan bisa dipakai untuk memulihkan perempuan korban kekerasan,” terangnya.
Halaman selanjutnya…