Semarang, Jatengnews.id – LRC KJHAM sebut nasib perempuan PRT di Jateng masih jauh dari perlindungan hukum. Perlu diketahui 16 Juni ini merupakan peringatan Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) se dunia.
Kepala Operasional LRC-KJHAM, Nihayatul Mukharamah menyampaikan, bahwa beberapa kali kesulitan pada saat mendampingi PPRT yang menjadi korban kekerasan berbasis gender.
Baca juga: Kasus Wanita Tewas di Hotel Citra Dream, Ada Dugaan Femisida
“Bahkan ada yang kesulitan untuk mendapatkan akses layanan pengaduan. Karena ada pembatasan dalam penggunaan Hp,” jelas Niha Senin (16/6/2025).
Niha menceritakan bahwa korban bisa melaporkan melalui tetangga yang rumahnya berdekatan dengan rumah majikan.
“Ada banyak sekali tantangan dan hambatan mulai dari majikan yang memiliki kuasa penuh terhadap si PRT. Bahkan kesulitan pada saat melaporkan ke Polisi,” ujarnya.
“Waktu itu sempat kebingungan menggunkan UU yang mana, karena masih ada perdebatan dengan penyidik ketika kita meminta penyidik menggunakan UU PKDRT,” ujarnya.
Ia menjelaskan, selama ini kasus kekerasan yang dialami PPRT masih menggunakan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) ketika tinggal di rumah majikan.
Bahkan, dalam kasus yang ia dampingi tersebut akhirnya kasusnya berhenti karena kesulitan mencari Undang-Undang apa yang digunakan.
Pemerintah Indonesia saat ini mengalami kekosongan hukum untuk para PPRT dalam menempuk hak-haknya ketika menjadi korban kekerasan.
Baca juga: Bawaslu Kota Semarang Beri Sosialisasi JDIH ke Kaum Perempuan Tepat di Hari Kartini
” Kami LRC- KJHAM mendorong pemerintah yang saat ini RUU PRT itu udah puluhan tahun masih dalam tahapan RDPU gitu ya,” keluhnya.
Ia mendesak DPR dan Pemerintah untuk segera membentuk tim untuk mendiskusikan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).(kamal-02)