31 C
Semarang
, 1 Juli 2025
spot_img

Pemprov Jateng Gandeng 12 Negara Uni Eropa Kembangkan Pertanian Padi Rendah Emisi

Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kesiapan menghadapi tantangan perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan nasional

SURAKARTA, Jatengnews.id  – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah memperluas kerja sama internasional dengan 12 negara anggota Uni Eropa untuk mengembangkan pertanian berkelanjutan melalui program low carbon rice atau budidaya padi rendah emisi.

Langkah ini dilakukan sebagai bentuk kesiapan menghadapi tantangan perubahan iklim yang berdampak pada ketahanan pangan nasional.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menyampaikan bahwa kerja sama ini menjadi langkah strategis untuk memperkuat swasembada pangan nasional dan mendorong transisi menuju ekonomi hijau.

Baca juga: Pemprov Jateng Dorong Pengelolaan Sampah Terpadu Antarwilayah Aglomerasi

“Kami ingin pertanian di Jawa Tengah tidak hanya produktif, tapi juga ramah lingkungan. Hari ini kita tindak lanjuti kerja sama bilateral dengan negara-negara Uni Eropa, agar padi kita bisa rendah emisi dan lebih berkelanjutan,” ujar Luthfi saat menerima kunjungan delegasi Uni Eropa di Balai Kota Surakarta, Senin (30/6/2025).

Dalam kunjungan tersebut, hadir perwakilan dari 12 negara Uni Eropa, yakni Austria, Siprus, Jerman, Belanda, Spanyol, Swedia, Belgia, Denmark, Finlandia, Lithuania, dan Polandia. Delegasi dipimpin langsung oleh Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Denis Chaibi.

“Kami datang ke Jawa Tengah untuk belajar langsung dari praktik pertanian yang sudah dilakukan masyarakat. Ketahanan pangan adalah isu global, dan kami ingin melihat bagaimana Indonesia, khususnya Jawa Tengah, menghadapinya,” ujar Chaibi.

Ahmad Luthfi menjelaskan, luas tanam padi di Jawa Tengah pada 2024 mencapai 1,5 juta hektare, dengan produksi gabah kering giling sebesar 8,8 juta ton. Angka ini menyumbang 16,73% dari stok pangan nasional. Pada 2025, Pemprov Jateng menargetkan produksi padi mencapai 11,8 juta ton.

Program low carbon rice telah diterapkan sejak 2022 di beberapa kabupaten seperti Boyolali, Klaten, dan Sragen. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah melalui inisiatif SWITCH-Asia Low Carbon Rice, yang menghubungkan petani dengan penggilingan kecil dan pasar seperti hotel serta restoran.

Di Klaten, implementasi program ini berhasil menurunkan emisi karbon hingga 80%, memangkas biaya penggilingan hingga 40%, dan meningkatkan mutu hasil panen.

Program ini juga mendorong penggunaan mesin penggilingan padi berbasis listrik sebagai pengganti solar. Selain itu, petani didorong untuk mengurangi pupuk kimia dan menggunakan pestisida alami sebagai bagian dari transisi ke pertanian organik.

“Di beberapa daerah seperti Klaten, Banyumas, Pemalang, Magelang, dan Boyolali, sudah banyak yang bebas pestisida dan mulai 100% organik. Kita akan arahkan seluruh kabupaten ke sana,” ujar Luthfi.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan Jateng, Dyah Lukisari, menyebut salah satu cara memperluas program ini adalah melalui dukungan CSR. Bank Indonesia telah berkontribusi melalui konversi enam titik penggilingan padi menjadi listrik dengan total nilai sekitar Rp 1,8 miliar.

Baca juga: Hipmi Dukung Penuh Program Pembangunan Ekonomi Pemprov Jateng

“Ada di Demak, Jepara, Kudus, Kota Semarang, dan Kabupaten Semarang. Tahun depan akan didukung melalui APBD Provinsi, dan kami sedang rancang agar bisa menjangkau lebih banyak lokasi,” jelas Dyah.

Pemprov juga merencanakan pengembangan mesin penggilingan yang menggunakan tenaga surya, agar lebih ramah lingkungan dan bebas dari ketergantungan energi fosil.

“Kami ingin energi yang digunakan benar-benar hijau. Saat ini kami sedang bahas pilot project untuk mesin penggilingan dengan tenaga surya. Ini jadi langkah lanjutan,” tambahnya.(02)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN