“Saya Ikhlas Meski Berat”: Kisah Guru Madin Demak yang Didenda Rp12,5 Juta Usai Pukul Murid

    Kasus itu kembali naik ke permukaan. Zuhdi terpukul. Namun ia tetap mengikuti jalur mediasi

    uhdi Guru Madin di Demak yang harus membayar denda
    (Tengah) Zuhdi Guru Madin di Demak yang harus membayar denda sebesar Rp12,5 juta. (Foto: Sam)

    ZUHDI duduk diam di serambi rumahnya di Desa Jatirejo, Kecamatan Karanganyar, Demak. Wajahnya lelah, tapi bibirnya tetap menyunggingkan senyum. Empat bulan terakhir terasa berat baginya.

    Bukan hanya karena pengabdiannya sebagai guru madrasah diniyah (madin) diganjar gaji Rp450 ribu, tetapi karena sebuah peristiwa di kelas telah mengubah hidupnya.

    Pada 30 April 2025, Pak Zuhdi—begitu murid-murid memanggilnya—sedang mengajar pelajaran Fiqih di kelas 5. Tiba-tiba, sebuah sandal melayang dari kelas sebelah dan mengenai kepalanya.

    Ia bangkit, mencoba mencari siapa pelakunya, dan akhirnya mendatangi kelas 6. Seorang anak ditunjuk teman-temannya sebagai pelempar. Emosi sesaat tak tertahan. Tangan yang biasanya membimbing, hari itu menghukum.

    Baca juga: Kronologi Guru Madin Demak Didenda usai Dilaporkan Polisi oleh Wali Murid

    Saya langsung sadar saya salah,” katanya pelan. “Besoknya saya minta maaf, dan kami mediasi dengan keluarga,” ujar Zuhdi.

    Damai yang Berliku

    Mediasi awal berlangsung pada 1 Mei 2025. Zuhdi mengakui perbuatannya dan keluarga murid menerima dengan syarat dibuatkan surat pernyataan bermaterai. Ia pikir persoalan selesai. Namun dua bulan kemudian, tepatnya 10 Juli, keluarga murid datang lagi. Kali ini dengan surat pemanggilan dari polisi.

    Kasus itu kembali naik ke permukaan. Zuhdi terpukul. Namun ia tetap mengikuti jalur mediasi. Pada 12 Juli, disepakati bahwa kasus dianggap selesai asal ia membayar uang damai sebesar Rp12,5 juta. Jumlah itu setara lebih dari dua tahun gajinya.

    “Awalnya mereka minta Rp25 juta. Saya bilang tidak sanggup. Akhirnya disepakati Rp12,5 juta,” ujar Zuhdi.

    “Motor saya jual. Sisanya dibantu utang dan teman-teman guru,” ujar Zuhdi.

    Bantuan dan Air Mata

    Cerita Zuhdi menyebar ke berbagai kalangan. Tak sedikit yang terenyuh. Ketua DPRD Demak, Zayinul Fata, datang langsung ke rumah Zuhdi. Ia menyayangkan kasus ini harus berujung di kantor polisi.

    “Ini tamparan pahit bagi dunia pendidikan kita,” kata Zayin. “Guru seperti Pak Zuhdi seharusnya dilindungi, bukan dikriminalisasi,” sambungnya.

    Zayin pun membantu mengganti seluruh biaya denda yang telah dikeluarkan Zuhdi. Sebuah bentuk solidaritas terhadap guru-guru kecil yang bekerja dalam diam.

    Antara Etika, Hukum, dan Nurani

    Kisah Zuhdi memantik diskusi di ruang-ruang pendidikan. Apakah seorang guru tak boleh lagi salah? Apakah semua harus berakhir di laporan polisi?.

    Baca juga: Viral Guru Madin Pukul Murid di Demak, DPRD Tegaskan Jangan Kriminalisasi Tenaga Pendidik

    Zuhdi sendiri tidak membenarkan tindakannya. “Saya salah. Saya emosi. Tapi saya sudah minta maaf,” katanya lirih. “Saya hanya ingin mengajar anak-anak. Tidak lebih,” sambung Zuhdi.

    Ia melanjutkan kegiatan mengajarnya. Dengan gaji kecil, tanpa jaminan sosial, dan kini dengan beban emosional yang masih terasa.

    Tapi satu hal yang tetap terpatri di dadanya: keikhlasan.

    “Saya hanya guru madin. Saya tidak punya banyak. Tapi saya punya niat, dan saya ikhlas,” tutupnya. (01).

    Exit mobile version