28.3 C
Semarang
, 19 Juli 2025
spot_img

Sumanto Sebut Wayang Kulit Bukan Sekadar Hiburan, Tapi Warisan Nilai Luhur

Masih banyak penikmat wayang yang belum mengetahui makna mendalam dari setiap lakon yang ditampilkan.

KARANGANYAR, Jatengnews.id  – Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, mengajak masyarakat untuk lebih memahami sejarah, nilai moral, dan filosofi yang terkandung dalam pertunjukan wayang kulit.

Menurutnya, masih banyak penikmat wayang yang belum mengetahui makna mendalam dari setiap lakon yang ditampilkan.

Baca juga : Ketua DPRD Jateng Sumanto Dorong Pemerintah Sediakan Bibit Ternak Berkualitas

Ajakan tersebut disampaikan Sumanto dalam acara Bincang Santai Wayang Kulit yang digelar di kediamannya di Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, baru-baru ini.

Dalam kesempatan itu, Sumanto bertindak sebagai host dan berdiskusi langsung dengan Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Adipati (KGPHA) Benowo, adik Raja Keraton Kasunanan Surakarta PB XIII, sekaligus Koordinator Dalang se-Solo Raya dan Pembina Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Jawa Tengah.

Sumanto menjelaskan, acara bincang santai ini diadakan agar masyarakat, khususnya generasi muda, bisa lebih mengenal alur cerita dan pesan moral dalam pertunjukan wayang kulit. Ia menyampaikan pentingnya sinopsis atau pengantar cerita sebelum pertunjukan dimulai, mengingat wayang kulit digelar semalam suntuk dan tidak semua penonton dapat menyaksikan secara penuh.

“Setiap ada pentas wayang, saya ingin ada obrolan singkat mengenai lakon, ajaran, dan falsafahnya agar masyarakat lebih mudah memahami,” kata Sumanto.

Dalam dialog tersebut, KGPHA Benowo menuturkan bahwa wayang kulit memiliki akar sejarah panjang di Pulau Jawa. Menurut referensi yang diperoleh dari Museum Radya Pustaka dan Museum Keraton Kasunanan Surakarta, kesenian wayang sudah berkembang sejak masa Kerajaan Jenggala pada abad ke-1 dan Kerajaan Kediri sekitar tahun 1023 M.

Bincang Santai Wayang Kulit di kediamannya, Desa Suruh. Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini. (Foto : Dok DPRD Jateng)
Ketua DPRD Jateng Sumanto saat menghadiri Bincang Santai Wayang Kulit di kediamannya, Desa Suruh. Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini. (Foto : Dok DPRD Jateng)

Perkembangan wayang mencapai puncaknya pada era Kerajaan Majapahit dan terus berlanjut di masa Kerajaan Demak. Di masa kerajaan Islam pertama di Jawa ini, wayang digunakan sebagai media dakwah dan sarana pendidikan moral bagi masyarakat.

“Wayang bukan sekadar hiburan, tapi juga mengandung nilai-nilai luhur dan filosofi tentang budi pekerti,” ujar KGPHA Benowo.

Lebih lanjut, KGPHA Benowo mendukung gagasan Sumanto untuk menjadikan pertunjukan wayang sebagai media sosialisasi kebijakan pemerintah kepada masyarakat.

“Saya sebagai Koordinator Dalang se-Solo Raya sangat mendukung program ini,” tegasnya.

Ia juga menekankan bahwa karakter dalam wayang kulit merupakan refleksi sifat manusia. Dalam pementasan, karakter baik selalu ditampilkan di sisi kanan layar, sedangkan karakter buruk di sisi kiri. Cerita wayang selalu menggambarkan pertarungan antara kebaikan dan keburukan, yang pada akhirnya dimenangkan oleh kebaikan.

Dalam kesempatan tersebut, digelar pula pentas wayang kulit dengan lakon Babad Wanamarta yang dibawakan oleh dalang-dalang muda, yaitu Raras Purwoko Jenar, Ki Ari Murtopo, dan Ki Isna Indra Saputra.

KGPHA Benowo menjelaskan bahwa lakon Babad Wanamarta menceritakan perjuangan Pandawa dalam membangun Kerajaan Amarta. Setelah Prabu Pandu Dewanata wafat, Pandawa seharusnya mewarisi Kerajaan Astina. Namun karena tipu daya Duryudana dan Patih Sengkuni dari Kurawa, mereka hanya mendapatkan hutan angker bernama Wanamarta.

Dengan tekad dan semangat, terutama dari Bima, Pandawa membuka hutan tersebut. Mereka menghadapi berbagai rintangan, termasuk gangguan makhluk halus. Berkat pusaka Kyai Sela Tempuru dari Resi Manumanasa, mereka mampu mengalahkan gangguan tersebut. Bahkan, beberapa jin akhirnya bergabung dan memperkuat Pandawa.

Baca juga : Ketua DPRD Jateng Sumanto Sebut Keberhasilan Pembangunan Desa Dipengaruhi Partisipasi Masyarakat

“Ini adalah kisah tentang perjuangan, pengorbanan, dan semangat tak kenal lelah. Dari hutan angker menjadi Kerajaan Amarta yang makmur,” tutup KGPHA Benowo. (03)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN