29.1 C
Semarang
, 7 Agustus 2025
spot_img

Jawa Tengah Jadi Lokus Utama Gemapatas 2025, Menteri ATR Serukan  Pasang Patok Anticekcok Anticaplok

Gemapatas bukan sekadar kegiatan simbolik, melainkan bagian penting dari reformasi agraria dan pembenahan administrasi pertanahan nasional.

PURWOREJO, Jatengnews.id  – Pemerintah kembali menggencarkan langkah percepatan tertib administrasi pertanahan melalui pencanangan Gerakan Masyarakat Pemasangan Tanda Batas (Gemapatas) Tahun 2025. Jawa Tengah didapuk sebagai lokus utama pelaksanaan, dengan pusat kegiatan di Lapangan Candingasingan, Kabupaten Purworejo, Kamis, 7 Agustus 2025.

Kegiatan ini dilakukan secara serentak di 23 kabupaten/kota pada delapan provinsi lainnya, yaitu Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat. Seluruh daerah tersebut merupakan bagian dari Integrated Land Administration and Spatial Planning Project (ILASPP) 2025.

Pencanangan secara nasional dipimpin Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, didampingi Sekretaris Direktorat Jenderal Survei dan Pemetaan Pertanahan dan Ruang (SPPR), Yoga Suwarna. Hadir pula Bupati Purworejo Yuli Hastuti, para pejabat OPD terkait, jajaran BPN, serta masyarakat setempat.

Baca juga: Menteri ATR Apresiasi Jawa Tengah, Lahan Pertanian Mayoritas Terjaga

Dalam sambutannya, Menteri Nusron menegaskan Gemapatas bukan sekadar kegiatan simbolik, melainkan bagian penting dari reformasi agraria dan pembenahan administrasi pertanahan nasional.

Dari total 190 juta bidang tanah di Indonesia, masih terdapat banyak bidang yang belum disertifikatkan. Banyak di antaranya terhambat akibat persoalan batas bidang tanah yang tidak jelas.

“Zaman dulu batas tanah hanya mengandalkan pohon, parit, atau jembatan. Sekarang sudah waktunya menggunakan patok yang jelas, permanen, dan tahan lama. Ini demi kepastian hukum. Lewat Gemapatas, mari kita pasang patok, anticekcok, anticaplok,” tegasnya.

Ia juga menyoroti pentingnya pemutakhiran data atas sertifikat lama (KW-456) yang diterbitkan antara tahun 1960 hingga 1997 tanpa peta kadastral.

Menteri meminta kepala desa dan camat aktif menyosialisasikan kepada masyarakat untuk melakukan pembaruan data ke kantor pertanahan, tanpa pungutan biaya.

“Satu bidang tanah hanya boleh dimiliki satu subjek hukum. Jangan sampai satu objek dimiliki oleh dua orang karena kelalaian administratif,” tambahnya.

Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menyambut baik pencanangan Gemapatas 2025. Ia menekankan persoalan pertanahan bukan semata teknis, tetapi menyangkut kepastian hukum, stabilitas sosial, dan keberlanjutan pembangunan.

Menurutnya, masih marak terjadi konflik horizontal, mafia tanah, hingga duplikasi kepemilikan akibat batas yang tidak jelas.

“Di kampung-kampung kita masih sering temui batas tanah hanya ditandai dengan grumbul, jembatan, atau parit. Lebih parah lagi, tanahnya tidak dirawat, saksi-saksi yang dulu mengetahui batasnya pun sudah tidak ada. Ketika muncul warkah atau transaksi tanah, konflik pun tak terhindarkan,” ujar Ahmad Luthfi.

Luthfi menegaskan Pemprov Jateng siap mendukung penuh program Gemapatas.

“Ini bukan sekadar program seremonial, tapi gerakan nyata untuk mendorong masyarakat mengamankan asetnya. Kami akan menggerakkan seluruh bupati dan wali kota se-Jateng agar kampanye ini benar-benar menyentuh hingga ke level desa,” jelasnya.

Kegiatan Gemapatas ini pun mendapat respon positif dari warga. Apalagi di Desa Candingasinan ini ditargetkan mencapai 700 bidang terdaftar PTSL.

“Setuju, sebabnya apa ke depan tidak ada masalah mengenai batas tanah atau pekarangan atau sawah. Masyarakat tenang dan tidak ribut,” Sri Muwarti, salah seorang warga yang ikut dalam kegiatan tersebut.

Di Jawa Tengah sendiri, terdapat empat Kantor Pertanahan (Kantah) yang menjadi lokasi proyek PTSL-ILASPP, yaitu Purworejo, Kebumen, Banjarnegara (masing-masing seluas 27.000 hektare), dan Wonosobo (24.000 hektare).

Baca juga: Gubernur Jateng Soroti Premanisme Berkedok Ormas

Sebagai informasi, Gemapatas memiliki tiga tujuan utama, yakni meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memasang dan menjaga tanda batas tanah, meminimalisir konflik dengan tetangga yang berbatasan langsung, serta mengamankan aset melalui kepastian status kepemilikan tanah.

Sesuai Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No 16 Tahun 2021, pemasangan patok adalah salah satu syarat dalam proses pendaftaran sertifikat tanah. Oleh sebab itu, kegiatan ini juga menjadi sarana edukasi kepada masyarakat agar aktif menjaga dan menandai batas tanah miliknya.

Dengan semangat partisipatif, Gemapatas diharapkan menjadi solusi konkret untuk mencegah konflik agraria dan mendukung percepatan pembangunan. Gerakan ini bukan hanya tentang memasang tanda batas, tetapi juga mewujudkan keadilan agraria dan kedaulatan masyarakat atas tanah miliknya sendiri.(02)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN