SEMARANG, Jatengnews.id – Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJAT) menyatakan, bahwa tidak seharusnya DPR meminta tunjangan sebesar Rp 3 juta perhari, Kamis (28/8/2025).
Telah diketahui sebelumnya, bahwa telah terjadi aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Jateng, yang dilaksanakan dari pukul 14.00 – 16.00 WIB.
Selain menuntut haknya sebagai seorang buruh, mereka juga melontarkan kritikan pedas kepada DPR yang meminta tunjangan perhari setara gaji buruh Jateng satu bulan.
Baca juga : VIDEO Demo Buruh Jateng Tolak Tapera di Semarang
Koordinator aksi Abjat dari Federasi Serikat Pekerja Industri Persatuan (FSPIP), Karmanto menyebut, aksi hari ini merupakan bentuk perlawanan rakyat.
“Kami sampaikan hakim bahwa hari ini adalah wujud dari perlawanan rakyat. Bukan hanya buruh karena kami bagian dari negara ini. Di mana hasil dari apa yang kita cari kita perjuangan setiap bulan hanya dikorupsi, hanya dibuat mainan oleh DPR dan pemerintah,” kata Karmanto di depan Kantor DPRD Jawa Tengah kepada Jatengnews.id.
Adanya polemik gaji tunjangan DPR tersebut, tidak sejalan dengan kerja mereka yang dinilai tidak pernah berpihak kepada rakyat.
Karmanto menyampaikan, munculnya aturan outsourcing, sebagai hasil Undang-Undang sebagai bukti bahwa DPR tidak berpihak pada rakyatnya.
Pasalnya, akibat adanya sistem outsourcing, banyak buruh yang berada di posisi sulit, tanpa sebuah kepastian.
Sehingga, mereka menuntut pemerintah dan DPR serius memperhatikan suara buruh, bahkan mengancam akan melawan lewat aksi besar jika tuntutan diabaikan.
“Manakala hal yang seperti ini terus terjadi ya, para Wamen, para menteri, para legislatif dan eksekutif melakukan praktik-praktik yang memalukan di hadapan rakyatnya, maka kami pun juga akan membalas dengan seruan kita tidak akan membayar pajak yang nantinya akan dikorupsi,” tegasnya.
Karena menilai praktik korupsi masih tinggi, pihak massa aksi juga meminta penerapan RUU perampasan aset oleh DPR, guna menghukum berat para pelaku korup.
Lebih jauh, Karmanto menyerukan agar DPR bekerja serius membela kepentingan rakyat. Jika tidak, ia bahkan mengusulkan lembaga legislatif itu dibubarkan.
“Mungkin itu dan bila perlu DPR tidak ada fungsinya ya sudah dibubarkan saja. Karena buat apa memberikan uang kepada orang yang kerjanya hanya menghisap saja tanpa ada peduli dengan rakyat atau konstituennya,” katanya.
Kemudian, pihaknya juga mengangkat soal isu Upah Minimum Sektor Kabupaten/Kota (UMSK).
Menurutnya, sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168/2023, UMSK harus dilaksanakan di seluruh kabupaten/kota di Jateng.
Ia menilai, adanya aturan UMSK di Kota Semarang dan Kabupaten Jepara, masih belum bisa mengangkat upah atau masih rendah.
“Ada UMSK saja kita masih rendah apalagi hanya UMK yang kita terima ya. Kita menerima di Kota Semarang hanya Rp3.400.000. Di Kabupaten Jepara hanya Rp2.600. Jauh dari harapan karena yang dihitung adalah upah lajang. Padahal kita sudah berkeluarga punya anak 1, 2, 3 yang itu butuh sekolah, butuh biaya hidup,” paparnya.
Baca juga : Demo Buruh di Gubernuran Desak UMSK
Menurutnya, tanpa UMSK, kesejahteraan buruh semakin terpuruk karena UMK yang ada saat ini masih jauh dari layak. (03)