SEMARANG, Jatengnews.id — Pemprov Jateng pernah mengusulkan agar program MBG disalurkan melalui dapur kantin sekolah masing-masing.
Usulan ini diajukan demi menekan risiko makanan basi yang berpotensi menyebabkan keracunan. Namun, usulan tersebut ditolak oleh Badan Gizi Nasional (BGN) yang tetap mewajibkan mekanisme terpusat melalui dapur milik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Baca juga: Polres Karanganyar Kebut Pembangunan SPPG Program MBG
Penolakan ini tetap dilakukan meskipun dalam sepekan terakhir, dari 22 hingga 29 September 2025, tercatat empat kasus keracunan massal akibat konsumsi makanan MBG terjadi di Jawa Tengah.
Kejadian itu tersebar di Kabupaten Kebumen, Banyumas, Rembang, dan Jepara.
Sekda Jateng Sumarno, menyatakan bahwa pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk memberi sanksi ataupun mencabut izin operasional SPPG. Hal tersebut sepenuhnya menjadi otoritas BGN.
“Kalau untuk mencabut izin atau mengganti SPPG, itu kewenangan penuh dari BGN, bukan kami di daerah,” ujar Sumarno Senin (29/9/2025).
Menurutnya, pengelolaan makanan bergizi melalui kantin sekolah akan jauh lebih efektif karena lebih dekat dengan proses pengawasan, serta memiliki kapasitas produksi yang sesuai dengan jumlah siswa.
“Sejak awal kami mengusulkan agar kantin sekolah dilibatkan. Kami sudah punya program kantin sehat yang bekerjasama dengan BPOM, dan itu cukup berjalan baik di beberapa sekolah,” beber Sumarno.
Ia juga menyoroti tantangan besar yang dihadapi SPPG, yaitu jumlah porsi yang sangat besar dan waktu produksi yang terbatas. SPPG dituntut menyiapkan hingga 3.500 porsi makanan dalam satu waktu, berbeda dengan kantin sekolah yang hanya melayani sekitar 500 siswa.
Baca juga: Disdik Semarang Angkat Bicara Soal MBG Ada Ulat
“Ini bukan soal mampu atau tidak, tapi soal risiko. Makanan punya batas waktu maksimal empat jam sebelum berpotensi basi. Dalam skema terpusat, sangat sulit memastikan semuanya sampai ke anak-anak dalam kondisi aman dikonsumsi,” jelasnya.
Meskipun demikian, BGN tetap bersikukuh pada skema dapur terpusat. Hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari BGN mengenai kemungkinan evaluasi kebijakan tersebut, meskipun insiden keracunan sudah terjadi berulang kali di berbagai daerah.(02)