33.1 C
Semarang
, 6 Oktober 2025
spot_img

TKD 2026 Jadi Manuver Anggaran Strategis Menuju Kemandirian Fiskal Daerah

Kebijakan fiskal ini disebut sebagai manuver anggaran strategis dalam memperkuat kemandirian fiskal daerah menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

JAKARTA, Jatengnews.id — Transfer ke Daerah (TKD) kembali menjadi sorotan utama dalam pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026. Kebijakan fiskal ini disebut sebagai manuver anggaran strategis dalam memperkuat kemandirian fiskal daerah menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Dalam analisis berjudul “Manuver Anggaran TKD: Alarm Perjuangan Tatanan Ekonomi Melalui Penguatan Sustainable Regional Economic Self-Reliance”, Tenaga Ahli Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, William Adam, menilai TKD memiliki peran vital sebagai jembatan antara pemerintah pusat dan daerah.

Namun, di balik kenaikan anggaran setiap tahun, masih muncul paradoks berupa tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dibandingkan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Baca juga: Komisi VII DPR RI Soroti Potensi Wisata Waduk Jatibarang Semarang

“TKD sejatinya bukan sekadar instrumen fiskal, melainkan alarm perjuangan agar daerah tidak terjebak dalam ketergantungan fiskal. Kemandirian ekonomi daerah harus menjadi arah utama dari manuver anggaran ini,” tulis William.

Alokasi TKD Terus Meningkat, Tantangan Daerah Kian Besar

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi TKD terus meningkat dari Rp856,9 triliun pada 2020 menjadi proyeksi Rp871 triliun pada 2025, atau sekitar 29,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dalam Rapat Kerja Banggar DPR RI, pemerintah dan DPR menyepakati alokasi TKD tahun 2026 sebesar Rp693 triliun, naik dari sebelumnya Rp650 triliun.

William menilai kenaikan ini merupakan sinyal bagi pemerintah daerah untuk lebih adaptif dan kreatif dalam mengelola sumber daya lokal.

“Daripada merespons dengan kekecewaan atas penyesuaian anggaran, daerah seharusnya melihatnya sebagai dorongan untuk lebih mandiri dan produktif,” tegasnya.

Beberapa provinsi disebut berhasil mengoptimalkan TKD untuk pembangunan berkelanjutan. Jawa Tengah, misalnya, memanfaatkan TKD untuk mengembangkan ekosistem UMKM digital yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebesar 1,2 persen.

Sementara Sulawesi Selatan menggunakan Dana Desa untuk memperkuat infrastruktur pertanian dan meningkatkan produksi pangan nasional.

TKD Harus Jadi Alat Transformasi Struktural

Menurut William, efektivitas TKD bergantung pada arah kebijakan dan strategi pengelolaan di daerah. Ia menyoroti masih banyak pemerintah daerah yang memperlakukan TKD sebagai rutinitas anggaran tanpa orientasi jangka panjang.

“Kebijakan daerah hari ini harus bisa menyesuaikan dengan program strategis nasional agar pembangunan inklusif dan konvergen bisa terwujud. Gotong royong menjadi kunci untuk menyelaraskan visi nasional dengan kapasitas dan kearifan lokal,” jelasnya.

Ia menegaskan, pemerintah pusat akan lebih selektif dalam menyalurkan TKD. Daerah yang tidak mendukung program strategis nasional dan hanya berorientasi pada pembangunan fisik tanpa arah jelas akan menghadapi keterbatasan dukungan fiskal.

Baca juga: Perkuat Sinergi Legislatif dan Kepolisian, MKD DPR RI Kunjungi Polres Brebes

“Daerah yang masih berjalan sendiri-sendiri hanya akan terjebak dalam jeratan anggaran. Padahal dalam kerangka Indonesia Emas 2045, TKD harus menjadi alat transformasi struktural — mendorong digitalisasi, inovasi, dan pembangunan hijau,” ujar William.

Fokus RAPBN 2026: Belanja Produktif dan Disiplin Fiskal

Dalam Nota Keuangan RAPBN 2026, pemerintah menekankan pentingnya disiplin fiskal, penguatan belanja produktif, dan pengendalian defisit agar tetap berada pada jalur aman. Salah satu fokus utama adalah memastikan TKD digunakan untuk mendukung agenda pembangunan berkelanjutan di daerah.

William menutup analisanya dengan menegaskan bahwa TKD tidak boleh hanya dipahami sebagai penyaluran dana dari pusat, melainkan sebagai strategi nasional untuk menumbuhkan kemandirian fiskal sejati.

“TKD adalah alarm perjuangan tatanan ekonomi — tanda bahwa daerah harus bangkit, berdiri di atas kaki sendiri, dan berkontribusi lebih besar terhadap ekonomi nasional,” pungkasnya. (01).

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN