
SIDOARJO, Jatengnews.id – Proses constatering atau pencocokan objek eksekusi tanah di Kantor Urusan Agama (KUA) Sedati, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, pada Selasa (8/10/2025) berakhir ricuh.
Ketegangan muncul karena kuasa hukum pemohon eksekusi, Wahyu Ongko Wiyono, S.H., menolak dilakukan pengukuran ulang atas tanah yang menjadi objek sengketa.
Objek sengketa yang terletak di Jalan Raya Sedati Gede No. 27, Desa Sedati Gede, Kecamatan Sedati menjadi bahan perdebatan serius antara kedua pihak.
Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor 298/Pdt.G/2023/PN.Sda, luas tanah disebut 380 meter persegi. Namun, dokumen resmi Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo menunjukkan luas tanah hanya 297 meter persegi.
Baca juga: Pemprov Jateng Tuntaskan Konflik Agraria 18.015 Bidang Tanah
Kuasa hukum termohon eksekusi, Mohammad Fadzly Al Humam, S.H., Abdul Nasir, S.H., dan Maria Ulfa Desvita Purnaningtyas, S.H., M.H. dari Tim D Ags Law Firm, menyatakan keberatan atas constatering tersebut karena ketidaksesuaian ukuran objek.
“Kami sudah menyerahkan seluruh dokumen resmi yang menunjukkan bahwa luas tanah KUA Sedati hanya 297 meter persegi. Namun pihak pengadilan menolak melakukan pengukuran ulang,” ujar Abdul Nasir.
Sejarah Kepemilikan Tanah KUA Sedati
Tanah yang kini menjadi lokasi KUA Sedati dibeli pada 1972 dari Astinah/Bajuri, bukan dari pihak Kartomo sebagaimana diklaim oleh ahli waris. Proses pembelian dilakukan dengan dasar hukum yang sah menggunakan dana aspirasi masyarakat dan gotong royong warga Sedati Gede.
“Dulu tanah itu milik Wak Tinah (Astinah). Ia tidak punya anak dan menjual tanahnya untuk pembangunan KUA,” kata seorang warga setempat.
Bangunan awal KUA Sedati berdiri sekitar tahun 1974, dan pada 1977 pelayanan keagamaan resmi pindah ke lokasi saat ini. Berdasarkan dokumen Kartu Inventaris Barang tahun 1985, luas tanah tercatat 297 meter persegi.
Menurut Fadzly Al Humam, pengukuran ulang sangat penting untuk memastikan objek yang dieksekusi sesuai amar putusan dan tidak melanggar hukum.
“Kami hanya ingin memastikan bahwa eksekusi dilakukan terhadap objek yang benar. Ini bukan untuk menghambat proses, tapi menjaga agar tidak terjadi kekeliruan yang merugikan negara dan publik,” ujarnya.
Ia juga mengutip Putusan Mahkamah Agung RI No. 3211 K/Pdt/1984, yang menyebutkan bahwa putusan yang tidak menyebut batas dan ukuran objek secara jelas tergolong Obscuur Libel dan tidak dapat dieksekusi.
Kuasa hukum lainnya, Maria Ulfa Desvita Purnaningtyas, menegaskan bahwa constatering harus disertai pengukuran ulang bila ditemukan ketidaksesuaian di lapangan. Hal ini untuk menjamin asas keadilan dan kepastian hukum.
Aset KUA Termasuk Barang Milik Negara (BMN)
KUA Sedati merupakan aset milik negara (BMN) yang berfungsi untuk pelayanan publik. Karena itu, eksekusi tanpa kepastian batas tanah dinilai berpotensi melanggar hukum dan merugikan negara.
“Objek sengketa adalah bangunan KUA yang berstatus BMN dan digunakan untuk pelayanan masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi,” tegas Fadzly Al Humam.
Maria Ulfa juga mengutip Keputusan Dirjen Badilum MARI No. 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 serta Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang melarang penyitaan barang milik negara atau daerah.
Tim kuasa hukum Kemenag menyoroti minimnya transparansi dalam penandatanganan Berita Acara Constatering. Hanya pihak pemohon eksekusi yang dipanggil dan menandatangani secara tertutup di ruang Kepala Desa Sedatigede.
“Ini mencederai prinsip keterbukaan dan menimbulkan kecurigaan terhadap objektivitas proses constatering,” ungkap Maria Ulfa.
Selain itu, pihak termohon eksekusi mengaku jadwal constatering diundur tanpa pemberitahuan jelas, membuat proses berlangsung tertutup dan tidak transparan.
Kemenag Sidoarjo Desak Hentikan Eksekusi
Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo menegaskan penolakan terhadap eksekusi sebelum dilakukan pengukuran ulang resmi oleh BPN. Langkah ini dianggap perlu demi kepastian hukum, keadilan, dan perlindungan aset negara.
“Eksekusi bukan hanya menjalankan putusan, tetapi menegakkan keadilan secara benar, transparan, dan bertanggung jawab,” tegas Fadzly.
Baca juga: Cerita Ahli Waris Sejarah Tanah Miliknya Sebelum Dieksekusi PN Demak
Kesimpulan
Tanah tempat berdirinya KUA Sedatigede merupakan aset sah milik Kemenag yang diperoleh dari Astinah/Bajuri, dibangun atas semangat jariyah masyarakat Sedati. Klaim pihak lain atas tanah tersebut tidak hanya merugikan lembaga pemerintah, tetapi juga mengganggu pelayanan keagamaan dan administrasi publik yang telah berjalan puluhan tahun.
Meski perkara telah sampai tahap kasasi, tim kuasa hukum Kemenag menyatakan akan menempuh Peninjauan Kembali (PK) untuk menguji putusan tersebut demi kepentingan negara dan masyarakat. (01).