PEKALONGAN, Jatengnews.id – Ketua DPRD Jawa Tengah, Sumanto, menegaskan bahwa demokrasi sejati harus menjadi panggung utama bagi aspirasi masyarakat, bukan sekadar seremoni politik.
Ia menilai kepercayaan publik merupakan fondasi utama yang harus terus dirawat agar sistem demokrasi tetap kokoh dan memberi manfaat nyata bagi rakyat.
“Demokrasi tidak boleh berhenti di bilik suara. Ia harus hidup dalam keseharian, dalam ruang dialog, dan dalam kebijakan publik,” kata Sumanto saat membuka Seminar “Membaca Ulang Demokrasi, Kepercayaan Publik, Gerakan Generasi Muda, dan Tantangan Legitimasi Pemerintah” di Ballroom Hotel Nirwana Pekalongan, Jumat (31/10/2025).
Baca juga : APBD Perubahan 2025 Disepakati, DPRD Jateng Dorong Pemprov Alokasikan Anggaran Strategis
Menurut Sumanto, generasi muda berperan penting sebagai motor perubahan sosial. Ia menyoroti maraknya aksi demonstrasi pada Agustus 2025 yang melibatkan banyak anak muda, terutama Gen Z, sebagai bentuk kepedulian terhadap isu-isu publik seperti kenaikan pajak dan lemahnya transparansi pemerintah.

“Gerakan itu menandakan masyarakat, khususnya generasi muda, masih peduli dan menuntut kejelasan. Tapi aspirasi semacam itu harus punya kanal yang tepat, dan DPRD harus mengambil peran sebagai jembatannya,” ujarnya dalam acara yang digelar Fraksi PDI Perjuangan DPRD Jateng tersebut.
Sumanto menegaskan, DPRD memiliki tanggung jawab moral dan politik untuk menjadi saluran utama aspirasi masyarakat melalui fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi. Ia berharap forum seperti seminar ini bisa melahirkan solusi konkret untuk memperkuat demokrasi di daerah.
“DPRD Jateng harus hadir sebagai lembaga yang terbuka, responsif, dan dekat dengan rakyat,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat politik Ray Rangkuti menilai aksi massa pada Agustus lalu mencerminkan krisis legitimasi dalam sistem politik. Menurutnya, demokrasi di Indonesia berjalan dengan sistem yang baik, tetapi belum melahirkan kultur demokratis yang matang.
“Sistemnya demokratis, tapi praktiknya semrawut. Ketika kanal formal seperti DPR dan DPRD tidak responsif, masyarakat mencari jalan lain melalui demonstrasi,” ujar Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia itu.
Ia menambahkan, aksi unjuk rasa besar tersebut bahkan mencapai sepertiga dari skala demonstrasi Reformasi 1998, dengan sasaran utama lembaga legislatif dan kepolisian.
Adapun Guru Besar Hukum Undip, Prof. Lita Tyesta Addy Listya Wardhani, menegaskan DPRD sebagai institusi representasi rakyat di daerah tidak dapat dibubarkan karena merupakan manifestasi langsung dari kedaulatan rakyat.
“Yang bisa berubah hanyalah keanggotaannya melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Karena itu, DPRD wajib menjaga integritas dan tanggung jawab politiknya kepada masyarakat,” katanya.
Baca juga : Ketua DPRD Jateng Sumanto Minta Adanya Perdes Tanggap Kesenian Tradisional
Prof. Lita mendorong agar setiap anggota DPRD mengedepankan transparansi, akuntabilitas, dan responsivitas terhadap aspirasi warga, sehingga kepercayaan publik terhadap lembaga perwakilan dapat terus diperkuat. (ADV)







