
SEMARANG, Jatengnews.id – Ratusan pelajar memenuhi Hall Balai Kota Semarang, Rabu (12/11/2025), dengan mata berbinar dan buku di tangan. Mereka bukan sekadar datang menghadiri peluncuran buku, tapi merayakan lahirnya mimpi bersama—menulis kisah tentang kampung dan kota mereka sendiri.
Buku antologi “Kampungku dan Kota Semarang” menjadi hasil nyata dari program Aktivitas Warga Pintar (AWP) Bercerita yang diinisiasi Dinas Arsip dan Perpustakaan (Arpus) Kota Semarang. Dari sekitar dua ribu peserta, terpilih 90 karya terbaik yang dibukukan dalam tiga antologi: kategori SD, SMP, dan SMA/Umum.
Baca juga : Intan Tika Sari Juara 1 Kendal Cerpen Award 2025 Lewat Karya “Empat Jam Api di Boja”
Dalam acara peluncuran, Kepala Dinas Arpus FX Bambang Suranggono membacakan pesan Wali Kota Agustina Wilujeng. Suaranya mantap, namun di baliknya tersirat semangat besar.
“Bu Wali berpesan, tahun depan cerpen-cerpen terbaik ini harus ada yang diadaptasi menjadi film pendek. Karena beliau punya mimpi menjadikan Semarang sebagai Kota Sinema,” ujarnya.
Pesan itu disambut tepuk tangan meriah. Bagi Agustina, literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, tetapi juga memahami, mengolah, dan mengekspresikan ide menjadi karya yang berdampak. Tema ‘Kampungku’ untuk siswa SD dan SMP dipilih agar mereka lebih mengenali akar dan lingkungannya, sedangkan ‘Kota Semarang’ untuk SMA dan umum mendorong mereka berpikir tentang kontribusi nyata bagi kota.
Beberapa cerita bahkan lahir dari sudut pandang yang unik. Ada pelajar SMA yang menulis tentang budaya kopi di Semarang—kisah sederhana tentang anak muda yang belajar meracik cita rasa dalam secangkir kopi, sekaligus meracik mimpi.
“Literasi harus membentuk masyarakat yang tahu apa yang benar dan berani berbuat benar,” tegas Bambang.
Sebagai bentuk penghargaan, Pemkot Semarang memberikan total hadiah Rp194 juta bagi para pemenang. Dukungan juga datang dari Bank Indonesia, lembaga pendidikan, dan DPRD Kota Semarang.
Ketua Komisi D DPRD, Mualim, menyebut kegiatan ini sebagai langkah cerdas menumbuhkan cinta terhadap daerah sendiri. “Anak-anak menulis bukan hanya tentang Lawang Sewu atau Kota Lama. Mereka menulis kisah dari kampung-kampung kecil di Semarang—cerita yang sederhana, tapi jujur dan hangat. Dari sanalah identitas kota ini terus tumbuh,” ujarnya.
Baca juga: Dibuka, Sayembara Mencipta Cerpen Berhadiah Kambing Etawa
Peluncuran antologi ini mungkin hanyalah satu langkah kecil dalam dunia literasi, tapi semangat yang dibawanya terasa besar. Dari pena anak-anak kampung, lahir cerita-cerita baru tentang Semarang—cerita yang suatu hari, siapa tahu, bisa hidup di layar lebar. (03)