27 C
Semarang
, 5 Desember 2025
spot_img

Aturan Tegas DJP untuk PKP yang Lalai Kewajiban Perpajakan

Penulis: Mahmasani Arijati, Penyuluh Pajak Ahli Muda-KPP Pratama Semarang Barat

DIREKTORAT Jenderal Pajak (DJP) kembali memperkuat sistem pengawasan terhadap kepatuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP) di Indonesia.

Sesuai amanat Pasal 65 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan, DJP berwenang menonaktifkan akses pembuatan Faktur Pajak terhadap:

a. PKP yang terindikasi menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak pengukuhan PKP; dan/atau

b. PKP yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketentuan pada poin (a) telah ditindaklanjuti melalui penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2025 yang ditetapkan pada 22 Mei 2025.

Baca juga: Raperda Pajak dan Retribusi Daerah Kota Tegal Masuk Tahap Pembahasan Bapemperda

Sebagai tindak lanjut atas amanat Pasal 65 ayat (1) huruf (b), DJP kemudian menerbitkan PER-19/PJ/2025 yang secara khusus mengatur penonaktifan akses pembuatan Faktur Pajak bagi PKP yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. Peraturan yang mulai berlaku pada 22 Oktober 2025 ini menjadi sinyal tegas bagi PKP untuk menjaga kepatuhan administratif dan material secara konsisten.

Secara umum, PER-19/PJ/2025 bertujuan meningkatkan kepatuhan sekaligus mencegah potensi kerugian negara akibat kelalaian PKP. Melalui aturan ini, DJP memberikan kewenangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) untuk menonaktifkan akses e-Faktur bagi PKP yang tidak memenuhi kriteria kepatuhan.

Penonaktifan akses e-Faktur merupakan sanksi administratif yang berdampak signifikan pada operasional bisnis. PKP yang dinonaktifkan tidak dapat menerbitkan Faktur Pajak, sehingga pembeli Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) juga tidak dapat menerima Faktur Pajak untuk dikreditkan sebagai Pajak Masukan di SPT Masa PPN. Kondisi ini berpotensi mengganggu rantai pasokan hingga kelancaran transaksi.

Kriteria Penonaktifan Akses Faktur Pajak dalam PER-19/PJ/2025

PER-19/PJ/2025 menetapkan sejumlah kriteria yang dapat menyebabkan akses e-Faktur PKP dinonaktifkan, antara lain:

PKP yang wajib bertindak sebagai pemotong atau pemungut pajak, namun tidak melaksanakan kewajibannya selama 3 bulan berturut-turut.

PKP tidak menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) untuk tahun pajak yang telah menjadi kewajibannya.

PKP tidak menyampaikan SPT Masa PPN selama 3 bulan berturut-turut.

PKP tidak menyampaikan SPT Masa PPN untuk 6 Masa Pajak dalam satu tahun kalender.

PKP tidak melaporkan bukti potong atau bukti pungut untuk setiap jenis pajak yang seharusnya dibuat, selama 3 bulan berturut-turut.

PKP memiliki tunggakan pajak minimal Rp250.000.000 bagi PKP yang terdaftar di KPP Pratama atau Rp1.000.000.000 bagi yang terdaftar di KPP selain Pratama, telah diterbitkan surat teguran, dan tidak memiliki keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran utang pajak yang masih berlaku.

Hak PKP untuk Melakukan Klarifikasi

Meskipun bersifat tegas, PER-19/PJ/2025 tetap memberikan ruang klarifikasi bagi PKP yang akses e-Fakturnya dinonaktifkan. PKP dapat mengajukan surat klarifikasi secara tertulis kepada Kepala KPP tempat PKP terdaftar, disertai dokumen pendukung yang menunjukkan bahwa kewajiban perpajakan telah dipenuhi, seperti:

Baca juga: Dirjen Pajak Sebut 80 Persen Penerimaan Negara Dari Pajak

bukti potong atau bukti pungut,

bukti pelaporan SPT Masa PPN,

bukti pelaporan SPT Tahunan PPh, atau

bukti pelunasan tunggakan pajak.

Kepala KPP wajib memberikan keputusan dalam waktu paling lama 5 hari kerja sejak klarifikasi diterima. Jika klarifikasi disetujui, akses pembuatan Faktur Pajak akan diaktifkan kembali.

Penegakan Kepatuhan dan Dampaknya bagi Dunia Usaha

PER-19/PJ/2025 merupakan langkah preventif sekaligus bagian dari penegakan hukum yang penting bagi DJP. Bagi PKP, aturan ini menegaskan bahwa kepatuhan pajak bukan lagi sekadar formalitas, tetapi aspek krusial yang menentukan kelancaran aktivitas operasional, terutama yang berkaitan dengan penjualan dan pemungutan PPN.

PKP dituntut lebih proaktif dalam memastikan kepatuhan, mulai dari penyampaian SPT, pemenuhan kewajiban pemotongan dan pemungutan, hingga pelunasan pajak tepat waktu.

Dengan diberlakukannya PER-19/PJ/2025, diharapkan tercipta rasa keadilan bagi PKP yang telah patuh. PKP yang taat akan memperoleh keunggulan kompetitif melalui kelancaran penerbitan Faktur Pajak, sementara PKP yang tidak patuh berisiko kehilangan kredibilitas di mata pelanggan ketika akses Faktur Pajaknya dinonaktifkan. (01).

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN