SEMARANG, Jatengnews.id — Zurich Climate Resilience Alliance (ZCRA) resmi mengawali Kick Off Meeting Kajian Risiko dan Dampak Perubahan Iklim di Jawa Tengah, Kamis (11/12/2025).
Kajian ini menyorot semakin memburuknya banjir di pesisir maupun dataran tinggi—sebuah ancaman yang kini langsung menekan sumber penghidupan masyarakat.
Project Coordinator ZCRA, Arief Ganda Purnama, menegaskan bahwa analisis ini dirancang untuk memetakan risiko banjir secara utuh, mulai dari kawasan hulu hingga hilir.
Baca juga : Atasi Banjir Kaligawe, Pemprov Jateng Kerahkan 38 Pompa Air
“Pendekatan kami menyisir risiko dari hulu sampai hilir. Daerah berisiko tinggi akan dipetakan, lalu dirumuskan rencana aksi pengurangannya,” ujar Arief.
Kajian ini menggandeng berbagai institusi, mulai dari KLHK, Bappenas, Kementerian ATR/BPN, Pemprov Jateng, hingga tujuh kabupaten/kota: Semarang, Kabupaten Semarang, Salatiga, Demak, Grobogan, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Pekalongan.
Lima forum strategis—Forum DAS, Forum CSR, Forum PKP, Forum Penataan Ruang, dan jaringan donor—juga dilibatkan untuk memastikan hasil kajian bisa langsung diterjemahkan ke kebijakan dan program teknis.
“Targetnya jelas: menjadi basis perencanaan ruang, infrastruktur, hingga penguatan ketahanan masyarakat,” kata Arief.
Tahun ini ZCRA menaruh perhatian khusus pada dua DAS yang dinilai paling kritis:
DAS Babon — rentan terhadap banjir pesisir yang menghantam kawasan Sayung, Demak.
DAS Tuntang — kuatnya aktivitas perkebunan dan perhutanan sosial membuat kemampuan tanah menyerap air terus menurun.
Arief menyebutkan bahwa perubahan tutupan lahan di hulu terbukti memperparah luapan banjir di pesisir.
“Kami ingin melihat keterhubungan antara alih fungsi lahan dan banjir besar yang terjadi. Konservasi harus diperkuat agar bencana di Grobogan tidak berulang,” tegasnya.
Menurut Arief, banjir ekstrem dan naiknya risiko iklim telah menghantam keras sektor ekonomi masyarakat pesisir, terutama di Sayung dan Demak.
“Lahan tambak banyak yang hilang fungsinya, nelayan makin sulit melaut. Kelompok rentan—perempuan, lansia, difabel—kondisinya lebih berat dan perlu skema dukungan khusus,” jelasnya.
ZCRA tengah menyiapkan rekomendasi pemulihan ekonomi, termasuk alternatif mata pencaharian yang adaptif terhadap perubahan iklim.
ZCRA sebelumnya merampungkan kajian di DAS Kupang, Pekalongan. Hasilnya menunjukkan beberapa model adaptasi yang dinilai berhasil, antara lain, budidaya bandeng adaptif dengan teknologi bioflok dan keramba jaring apung, integrasi rantai pasok hingga pasar nasional seperti Pasar Kramat Jati Jakarta, pembentukan korporasi petani untuk memperkuat usaha masyarakat.
Untuk DAS Babon dan Tuntang, Arief memastikan hasilnya belum tersedia karena proses pemetaan masih berlangsung.
“Ini fase awal. Tahun ini kita keluarkan kajiannya, dan tahun depan kita masuk ke penyusunan strategi dan opsi aksi,” jelasnya.
Arief menekankan bahwa pemerintah perlu lebih disiplin dalam menjaga ekosistem DAS dan membatasi aktivitas di zona rawan.
“Penduduk pasti berkembang, aktivitas pasti bertambah. Tapi harus diatur. Area rawan longsor dan banjir tidak boleh dieksploitasi tanpa kendali,” tegasnya.
ZCRA menargetkan lahirnya strategi terpadu untuk menjawab tren banjir ekstrem yang makin sering melanda Jawa Tengah.
Baca juga : Instruksi Cepat Gubernur Jateng, Banjir Semarang Susut 15 Cm
“Kita bekerja agar banjir besar seperti tahun ini bisa ditangani dengan jauh lebih baik di masa depan,” pungkas Arief. (03)
