Beranda Headline Wisata Religi Nyatnyono dan Kepercayaan Air Sendang Kalimah Toyyibah

Wisata Religi Nyatnyono dan Kepercayaan Air Sendang Kalimah Toyyibah

Keberadaan Makam Waliyullah dan Keyakinan Air Sendang Karomah di Nyatnyono Unggaran Kabupaten Semarang Jadi Magnet Wisata Religi di Jawa Tengah.

Potret Makam Waliyullah Hasan Dipuro putra Waliyullah Hasan Munadi di Desa Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. (Foto: JN)

Semarang, Jatengnews.id – Nama Nyatnyono sudah menjadi hal yang akrab bagi para kalangan sarungan atau sebagian umat muslim. Nyatnyono dikenal sebagai sebuah desa yang ada di Lereng Gunung Ungaran, Jawa Tengah.

Nyatnyono, menjadi semakin terkenal karena nama menjadi basis wisata religi yang konon katanya terdapat masjid yang usianya lebih tua dari Masjid Agung Demak.

Gerbang menuju pintu masuk wisata religi Nyatnyono di Kabupaten Semarang. (Foto: JN)

Selain masjidnya yang memiliki sejarah panjang, disini juga terdapat makam tokoh penyebar agama Islam (waliyullah) dan Sendang Kalimah Toyyibah.

Makam wali yang dimaksudkan yakni, waliyullah Hasan Munadi dan putranya waliyullah Hasan Dipuro. Dua makam tersebut selalu ramai didatangi para peziarah.

Baca juga: Masjid Agung Madaniyah Menjelma Menjadi Wisata Religi Karanganyar

Mereka para peziarah, berkeyakinan bahwa waliyullah yang sudah meninggal dunia bisa menjadi jalur perantara mustajab ketika doa kepada Allah SWT.

Hampir setiap hari, ratusan hingga ribuan orang berkunjung ke Nyatnyono. Lokasinya yang berada di dataran tinggi dengan udara dingin dan terdapat pemandangan gunung menambah daya tarik masyarakat untuk berwisata religi di Nyatnyono.

“Tiap hari ada tamu, kalau pas ramai-ramainya itu malam Jum’at dan week end itu ramai,” ungkapnya penjaga makam Waliyullah Hasan Munadi, Amin kepada Jatengnews.id.

Doa yang mereka panjatkan kepada Allah SWT di hadapan makam para Waliyullah tersebut macam-macam tentunya.

Para peziarah melakukan doa di Makam Waliyullah Hasan Dipuro putra Waliyullah Hasan Munadi di Desa Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. (Foto: JN)

“Kalau paling ramai itu pada saat bulan Maulid Nabi Muhammad SAW dan Suro itu ramai,” jelasnya.

Pengunjung Luar Kota

Masyarakat yang datang pun bermacam-macam, ada yang mengendarai motor dengan teman atau keluarga bahkan rombongan wisata juga selalu ramai.

“Sepi-sepinya itu 150 bus rombongan ada,” sebutnya kunjungan wisata religi di Nyatnyono setiap bulannya.

Baca juga: Tradisi Syawalan Kaliwungu Jadi Magnet Wisata Religi di Kendal

Artinya, kondisi ini menjadi bukti nyata bahwa wisata religi di Nyatnyono ini memang banyak digandrungi. Baik dari dalam kota maupun luar kota.

“Kunjungan dari berbagai daerah, dari Jawa Barat dan Jawa Timur itu sering,” katanya.

Amin menyampaikan, jika tidak afdal bagi mereka yang ziarah kalau tidak datang juga ke Sendang Kalimah Toyyibah.

“Itu air obat. Biasanya yang kesendang datang kesini juga atau yang kesini pasti ke sendang,” ujarnya.

Salah seorang peziarah, Mukaromah (48) tahun mengaku, sudah sering datang kesini karena memang mempercayai bahwa berdoa di makam wali bisa mustajab (mudah dikabulkan oleh Allah SWT)

Potret peziarah di Makam Waliyullah Hasan Munadi Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. (Foto: JN)

“Sudah lima kali kesini, sebagai bentuk ikhtiar dan ngalap berkah,” ungkap perempuan yang berasal dari Purworejo, Bonang, Demak tersebut.

Sendang Karomah dan Masjid Karomah

Salah seorang tokoh di Nyatnyono yang juga merupakan penjaga Sendang Kalimah Toyyibah atau akrab dikenal Sendang Karomah mulai ramai dikunjungi sejak tahun 1980 an.

“Sebelumnya tidak tahu (masyarakat), dibuka itu tahun 1986. Sebelumnya itu air ini banyak didatangi orang dan akhirnya masyarakat baru tahu bahwa air ini ada karomahnya,” ungkap Ahmadi (66) yang sudah menjaga sendang sejak pertama kali dibuka (38 tahun silam).

Air yang dimaksudkan ada karomahnya, berasal dari sumber air di Lereng Gunung Ungaran di Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang.

Sebelum dibukanya Sendang Kalimah Toyyibah sebagai wisata religi, masyarakat mengetahui ketika ingin membangun Masjid Subulussalam yang waktu itu kondisinya sudah sangat tua dan ketika hujan sering bocor.

“Masyarakat mempunyai niat untuk merehab. Sebelum merehab, ulama’ umara’ (perwakilan ulama dan tokoh) di Nyatnyono sowan (datang) ke tempatnya Simbah Abdul Hamid Kajoran (Kiai dari Magelang, Jawa Tengah) dan Mbah Mad (Kiai Ahmad Abdul Haq Dalhar dari Magelang),” kisahnya mengingat kejadian di tahun 1980 an tempo dulu.

Baca juga: Libur Lebaran Pantai Ngebum Kaliwungu Kendal Masih Diserbu Wisatawan

“Beliau berdua dimintai doa untuk keselamatan termasuk keselamatan pekerjanya. Karena mengingat masjid ini penuh sejarah dan salah peninggalan dari Waliyullah Mbah Hasan Munadi,” sambungnya.

Jika melihat sejarahnya, masjid tersebut diperkirakan secara usianya bisa jadi tertua se Jateng, karena berdirinya sebelum Masjid Agung Demak.

“Karena tua sini dari Masjid Demak, jadi dulu sebelum bangun masjid di Demak disini dulu yang dibangun,” tuturnya.

Ahmadi menceritakan, bahwa pada saat sowan ke kedua ulama ternama pada zamannya itu, mendapatkan beberapa pesan yang akhirnya benar-benar terwujud yakni tiba masanya orang yang berbondong-bondong datang mengambil air berkah tersebut.

“Itu sesuai pesan dari Mbah Mad dan Mbah Hamid. Pesannya Begini ‘Masjid Nyatnyono ojo di ngus-ngusake, Mbah Wali Hasan Munadi ijek sugeh sesok duite mili seko banyu’. Jadi artinya masjid itu tidak boleh dimintakan bantuan proposal,” kisahnya.

“Kemudian air ini didatangi banyak orang dengan hajatnya. Kemudian yang membangun masjid dan lain-lainnya ini ya kotak amal jariah,” imbuhnya melanjutkan makna pesan kedua ulama asal Magelang tersebut.

Setelah itu Ahmadi menjelaskan, bahwa air karomah ini memang belum lama dan sebelumnya memang tidak ada. Pasalnya Air Sendang Kalimah Toyyibah ini baru muncul sekitar tahun 1980 an.

Kepercayaan Air Karomah

Menurut kepercayaan para peziarah, mereka yang datang dan berdoa dengan sungguh-sungguh di Sendang Kalimah Toyyibah atau Sendang Karomah, air tersebut dapat menjadi perantara obat.

Suasana pintu masuk Sendang Kalimah Toyyibah di desa Nyatnyono, Ungaran Barat, Kabupaten Semarang. (Foto: JN)

“Rata-rata orang datang itu untuk pengobatan. Tapi dengan niat itu aja (doanya masing-masing),” ujar pria tua penjaga Sendang tersebut.

Menurut ceritanya, ada salah seorang yang sudah menikah lama dan belum dikaruniai anak. Kemudian pasangan suami istri (Pasutri) tersebut mandi dan minum air Sendang Kalimah Toyyibah dengan berdoa tersebut.

“Itu ceritanya dia sudah tujuh tahun menikah belum dikaruniai anak, alhamdulillah diijabah,” kisahnya.

Ahmadi melanjutkan, maksud dari diijabah yakni atas izin Allah SWT pasutri tersebut dikarunia seorang anak.

“Yang datang hampir seluruh Indonesia. Ada (dari manca negara) Malaysia dan Singapura itu,” sebutnya.

Baca juga: Wisata Religi Tersembunyi Amongrogo, Mahasiswa Tim II KKN UNDIP Ciptakan Program “MARGODEWI”

Pasalnya, pengunjung di Sendang Kalimah Toyyibah itu tidak hanya dari umat muslim saja.

Tak hanya memberikan keberkahan kepada para peziarah, adanya wisata religi ini tentunya juga mampu menopang atau mendorong ekonomi masyarakat sekitar.

Seperti halnya Malikah (47), sebagai warga setempat dirinya sudah puluhan tahun menjadi penjual botol, jerigen dan galon termasuk persewaan sarung dan menjual alat mandi.

Botol, jerigen dan galon tersebut biasanya digunakan untuk mengambil air karomah yang ada di Sendang Kalimah Toyyibah. Sementara sarung yang disewakan, digunakan untuk basahan pada saat mandi.

Potret warga penjual botol, jerigen, dan galon di Sendang Kalimah Toyyibah Nyatnyono. (Foto: JN)

“Saya mulai jualan itu saat masih masih punya anak dua, sekarang sudah punya anak dua,” katanya.

Setiap bulannya, dirinya bisa menjual hampir seratus galon dan sarung. Sehingga ia mengaku ekonominya dengan adanya Sendang Kalimah Toyyibah ini.

“Sewa sarungnya Rp 2.000, paket shampo dan sabun juga Rp 2.000. Kalau botol air mineral satu setengah liter kita jual Rp 2.000 storannya Rp 700. kalau galon dan jerigen dijual Rp 10.000 storannya Rp 7.000 persatuannya,” detailnya soal harga.

Selama dirinya berjualan disini, ia mengaku menemui berbagai pengunjung dari luar daerah bahkan mancanegara.

“Kemarin itu ada orang dari Belanda. Orang non muslim juga banyak yang berkunjung ke sini,” ujarnya.

“Ya kita senang, berkahnya setiap hari bisa dirasakan. Cari uang dekat,” katanya. (ADV-01).

Exit mobile version