
SIANG itu, langit Desa Cangkring di Kecamatan Karanganyar, Demak, terasa berbeda. Di sebuah rumah sederhana, suasana haru menyelimuti pertemuan antara seorang pendakwah kondang dan seorang guru ngaji desa yang tengah menghadapi ujian hidup.
Ahmad Zuhdi, guru Madrasah Diniyah (Madin) yang namanya belakangan menjadi perbincangan nasional, duduk terpaku. Di hadapannya, Gus Miftah sosok ulama nyentrik dengan gaya blak-blakan menyeka air mata yang tak kuasa ia tahan. Keduanya terhubung oleh satu ikatan: cinta dan penghormatan terhadap dunia pendidikan agama.
Baca juga: Kronologi Guru Madin Demak Didenda usai Dilaporkan Polisi oleh Wali Murid
“Bapak saya dulu guru madin. Saya juga pernah mengajar. Saya tahu betul bagaimana pahit-manisnya dunia ini,” ucap Gus Miftah lirih, matanya sembab.
Beberapa hari terakhir, nama Ahmad Zuhdi viral usai video dugaan kekerasan terhadap siswa tersebar. Buntutnya, ia dikenai denda Rp 25 juta oleh orang tua murid. Publik terbelah namun di balik semua itu, muncul satu narasi yang tak bisa diabaikan: perjuangan sunyi para guru ngaji desa.
Gus Miftah datang tak hanya membawa simpati, tapi juga bentuk nyata solidaritas. Ia menyerahkan uang tunai Rp 25 juta, satu unit sepeda motor Honda Beat, dan janji memberangkatkan umrah Ahmad Zuhdi bersama istrinya.
“Motor ini saya beli langsung dari dealer. Bukan sumbangan orang lain. Ini bentuk cinta saya untuk Pak Zuhdi,” ucap Gus Miftah.
Sebelum datang, ia bahkan sempat berkoordinasi dengan Sekretariat Kabinet. Menurutnya, kasus ini bukan hanya soal hukum, tapi soal rasa keadilan bagi para guru yang selama ini terabaikan.
“Presiden kita peduli. Saya komunikasi langsung dengan Sekretaris Kabinet, Letkol Teddy Indra Wijaya. Beliau bilang: ‘Nggih, segera diselesaikan’. Ini bukan hanya soal viral, tapi soal nilai,” katanya.
Di tengah masyarakat yang mulai kehilangan panutan, Ahmad Zuhdi menjadi gambaran guru ngaji yang bertahan dalam kesederhanaan, namun punya nyala semangat luar biasa. Ia mengajar dari satu langgar ke langgar lain, menebar ilmu dengan kendaraan seadanya dan honor yang jauh dari kata layak.
Baca juga: Viral Guru Madin Pukul Murid di Demak, DPRD Tegaskan Jangan Kriminalisasi Tenaga Pendidik
“Saya hanya bisa bersyukur,” kata Zuhdi pelan, suaranya bergetar. “Saya tidak menyangka perhatian sebesar ini datang kepada saya,” lanjutnya.
Di akhir kunjungan, pelukan singkat antara Gus Miftah dan Zuhdi seolah menjadi simbol dari sesuatu yang lebih besar bahwa guru bukan sekadar profesi, melainkan fondasi peradaban. Dan ketika negara atau sistem kadang gagal hadir, solidaritas sesama anak bangsa bisa jadi secercah harapan. (01).