26 C
Semarang
, 2 Agustus 2025
spot_img

Memburu Tawa di Lapangan: SDN Jatirejo Bangkitkan Gobak Sodor di Tengah Gempuran Gadget

Gobak sodor, permainan berkelompok khas Indonesia, menjadi media belajar yang hidup.

DI SEBUAH lapangan tanah yang membentang di sisi SDN Jatirejo, Gunungpati, Semarang, suara tawa anak-anak kembali menggema. Tak ada suara notifikasi, tak ada layar sentuh. Yang ada hanya garis-garis dan anak-anak berlarian memainkan gobak sodor, permainan tradisional yang nyaris tenggelam di balik kilau gawai.

Lewat program dari Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Gunungpati Kota Semarang yang punya mimpi besar, membawa kembali semangat permainan tradisional ke sekolahnya.

Melalui SDN Jatirejo, lomba gibak sodor ini bukan sekadar nostalgia masa kecil, tapi upaya nyata menyemai karakter anak-anak sejak dini.

“Kami ingin anak-anak belajar kerjasama, sportivitas, dan kepekaan sosial dari hal-hal sederhana. Gobak sodor itu sarat makna,” ujar Wardoyo seorang guru SD  sekaligus juri lomba, Jumat (1/8/2025).

Baca juga: Lomba Mewarnai Meriahkan HUT Perdana RS Samsoe Hidajat

Ketika Lapangan Menjadi Ruang Kelas

Setiap kali anak-anak mulai berbaris di lapangan, wajah mereka bersinar antusias. Tak satu pun dari mereka mengeluh soal panas atau debu. Justru, semangat mereka meluap saat garis-garis pertahanan dilanggar dan strategi tim diuji.

Gobak sodor, permainan berkelompok khas Indonesia, menjadi media belajar yang hidup. Dua tim saling berhadapan; satu menyerang, satu bertahan. Yang menyerang harus melewati barisan penjaga tanpa tersentuh. Di sinilah kekompakan, kecermatan, dan keberanian diuji.

“Kami lihat anak-anak lebih aktif, lebih ceria. Bahkan anak yang biasanya pemalu jadi berani ambil keputusan,” kata Wardoyo, yang kini rutin menggelar kegiatan ini setiap masa orientasi siswa dan menjelang HUT Kemerdekaan RI.

Wardoyo sadar, ia tidak sedang melawan teknologi. Tapi ia menolak membiarkan anak-anak kehilangan pengalaman masa kecil yang nyata—berpeluh di lapangan, bersorak untuk teman, atau tertawa saat gagal.

“Game digital memang seru, tapi kita perlu imbangi. Aktivitas fisik itu penting, dan gobak sodor punya nilai-nilai sosial yang tak bisa didapat dari layar,” ujarnya.

Dari Kampung untuk Masa Depan

Yang membuat program ini istimewa, bukan hanya karena dilakukan di sekolah. Tapi karena melibatkan lingkungan. Tokoh masyarakat dan Karang Taruna, seperti Shodiqin, turut turun tangan. Ia menjadi wasit dadakan, sekaligus penjaga semangat budaya lokal.

“Senang sekali bisa terlibat. Ini seperti napas lama yang dihidupkan kembali. Anak-anak perlu tahu bahwa bermain itu tidak selalu harus lewat aplikasi,” kata Shodiqin yang juga Ketua Karang Taruna.

Baca juga: Meriahkan Hari Jadi Klaten Ke-220, DWP Klaten Gelar Senam Berkebaya Lurik dan Lomba Rias Wajah

Tak hanya menghidupkan kembali permainan tradisional, kegiatan ini juga memperkuat hubungan antarwarga. Orang tua murid pun ikut antusias. Saat ini, paguyuban wali murid tengah bermusyawarah untuk menentukan jenis perlombaan 17 Agustus—apakah gobak sodor akan kembali tampil, atau permainan tradisional lain yang akan unjuk gigi.

SDN Jatirejo mungkin bukan sekolah besar, tapi langkah-langkah kecilnya menyuarakan hal penting: masa depan anak-anak tak harus selalu serba digital. Kadang, cukup sepotong kapur, garis di tanah, dan semangat yang tak tergantikan. (01).

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN