
KARANGANYAR, Jatengnews.id – Para pekerja korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mendesak perusahaan agar membayar pesangon sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) yang telah berkekuatan hukum tetap. Tuntutan tersebut disampaikan dalam audiensi dengan Komisi B DPRD Karanganyar pada Senin (11/8/2025).
Ketua Serikat Pekerja FSP KEP Karanganyar, Danang Sugiyatno, menegaskan bahwa nilai pesangon yang telah diputuskan oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dan dikuatkan oleh MA harus dibayarkan tanpa dikurangi.
“Perusahaan harus membayar pesangon sesuai dengan putusan MA yang sudah inkracht. Putusan ini tidak bisa ditawar-tawar lagi,” tegas Danang di hadapan perwakilan DPRD, dinas terkait, serta satuan pengawas ketenagakerjaan (Satwasker).
Baca juga: Pemkab Karanganyar Minta PPPK dan ASN Belum Dilantik Sabar
Danang menyebut, nilai pesangon yang ditetapkan dalam putusan MA berkisar antara Rp17 juta hingga Rp70 juta, tergantung masa kerja masing-masing pekerja. Namun dalam audiensi, perusahaan hanya menawarkan nilai terendah, yaitu Rp17 juta untuk semua pekerja.
“Putusan MA untuk beberapa pekerja mencapai Rp70 juta. Tapi perusahaan hanya menawarkan Rp17 juta. Jelas kami menolak,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya sebenarnya telah membuka ruang dialog sejak awal, namun perusahaan baru mengajukan mediasi setelah adanya putusan hukum tetap.
“Itu bukan soal kemampuan, tapi kemauan perusahaan. Kalau tetap menolak menjalankan putusan, kami akan gunakan jalur hukum, termasuk Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan,” ancam Danang.
Salah satu korban PHK, Purwani (48), berharap perusahaan menepati keputusan hukum. Ia menyebut bahwa sesuai putusan MA, dirinya berhak menerima Rp28 juta.
Ketua Komisi B DPRD Karanganyar, Latri Listyowati, menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mengawal penyelesaian masalah ini. Ia menyebut ada itikad baik dari 10 perusahaan yang terlibat.
“Pada prinsipnya, perusahaan memiliki niat baik. Tapi soal nominal, kami serahkan kepada serikat pekerja untuk menegosiasikan,” kata Latri.
Senada dengan itu, Sekretaris Komisi B, Mustaqim, mengakui bahwa tarik ulur masih terjadi karena adanya perbedaan penafsiran mengenai putusan MA dan kondisi keuangan perusahaan.
Baca juga: Gelar Aksi Damai, Ini Tuntutan Para Buruh Karanganyar
“Sebagian perusahaan sedang mengalami kesulitan finansial. Tapi mereka tetap berkomitmen menyelesaikan kewajiban ini,” ujarnya.
DPRD berharap agar persoalan ini bisa diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, tanpa harus berujung pada konflik hukum yang lebih panjang.(02)