SOLO, Jatengnews.id – Presiden Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Surakarta, Ridwan Nur Hidayat, menyampaikan kritik keras terhadap kebijakan pemerintah yang dinilai tidak efektif dan cenderung merugikan rakyat.
Dalam pernyataannya yang diterima wartawan Kamis (28/8/2025) petang, dia menegaskan sejak awal masa pemerintahan, Presiden Prabowo Subianto membuat kebijakan yang mengecewakan masyarakat dan mahasiswa.
Baca juga : PPKO BEM FEB Udinus Launching Trilogi Pesona di Desa Ngesrepbalong
Terutama dalam jal pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta sejumlah kebijakan yang dinilai tidak sesuai dengan kondisi negara saat ini.
“Periode Prabowo sangat kacau. Dari awal periode, kita mahasiswa sudah dikecewakan. Contohnya dalam efisiensi anggaran, pendidikan yang seharusnya dinomor satukan malah justru dinomor duakan. Padahal, tanpa pendidikan yang kuat, masyarakat tidak akan berkembang cerdas,”tegasnya.
Dikatakannya, salah satu yang menjadi sorotan Ridwan adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG). Program unggulan Presiden Prabowo itu, Menurutnya, tidak dijalankan secara efektif dan justru membebani anggaran negara.
Ia juga menyoroti pelaksanaan program . Bahkan, ia menyinggung kasus keracunan makanan pada uji coba MBG di Sukoharjo. Hal ini, lanjutnya, pengawasan terhadap kualitas makanan belum maksimal. Seharusnya makanan yang diberikan menambah gizi, bukan menimbulkan masalah kesehatan.
“Tujuannya memang bagus untuk mengentaskan stunting, tetapi pelaksanaannya harus fokus di daerah pedalaman dan pedesaan yang benar-benar membutuhkan. Kalau dipaksakan merata di seluruh Indonesia, jelas anggarannya tidak mencukupi,”terangnya.
Ridwan menilai pemerintah gagal menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Ia menyoroti efisiensi anggaran yang justru menomorduakan pendidikan.
“Seharusnya pendidikan dinomor satukan. Kalau masyarakat tidak dicerdaskan, negara ini akan sulit berkembang. Justru sekarang pendidikan seolah dipinggirkan,”tukasnya.
Hal lain yang menjadi sorotan adalah kenaikan pajak yang sangat membebani masyarakat.Ridwan juga mengkritik kenaikan PPN di Solo Raya dari 10% menjadi 11%. Ia menilai kebijakan itu kontradiktif dengan kondisi masyarakat.
Menurut Pasal 7 ayat (1) UU Harmonisasi Perpajakan, tarif PPN yaitu: sebesar 11% (sebelas persen) yang mulai berlaku pada tanggal 1 April 2022; sebesar 12% (dua belas persen) yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025. Sedangkan Untuk Singapura PPN nya lebih rendah dibandingkan indonesia. Tarif pajak pertambahan nilai (PPN) di Singapura untuk tahun 2025 adalah 9% untuk Goods and Services Tax (GST).
Baca juga : BEM FEB Udinus Digitalisasi Desa Wisata Ngesrepbalong Lewat PPKO
“Pemerintah selalu menuntut rakyat mengikuti kebijakan, tapi kesejahteraannya belum terjamin. Singapura memang pajaknya tinggi, tapi masyarakatnya sudah sejahtera. Di Indonesia, justru rakyat makin tertekan,”pungkasnya. (03)