Beranda Ekonomi Ekonom Sebut Ekonomi Indonesia Berpeluang Jadi Sorotan Dunia

Ekonom Sebut Ekonomi Indonesia Berpeluang Jadi Sorotan Dunia

Setelah bertahun-tahun tumbuh stabil namun belum spektakuler, negara ini harus berani melakukan pivot besar agar bisa naik kelas dari ekonomi menengah ke negara berpendapatan tinggi

eskpor Jawa Tengah. (Foto : Ist)
Ilustrasi eskpor Jawa Tengah. (Foto : Ist)

JAKARTA, Jatengnews.id – Global Chief Economist Juwai IQI Shan Saeed mengatakan bahwa Indonesia berpeluang besar merebut kembali sorotan ekonomi dunia.

“Setelah bertahun-tahun tumbuh stabil namun belum spektakuler, negara ini harus berani melakukan pivot besar agar bisa naik kelas dari ekonomi menengah ke negara berpendapatan tinggi,” kata Saeed, ekonom berpengalaman lebih dari 25 tahun di pasar keuangan global, makroekonomi, dan real estat.

Menurutnya, pelajaran berharga bisa diambil dari Jerman yang sempat dijuluki “the sick man of Europe” pada awal 2000-an, namun dalam satu dekade mampu berubah menjadi jangkar ekonomi Eropa. “Kuncinya adalah reformasi struktural, investasi pendidikan, dan kolaborasi erat antara dunia industri dan akademik. Indonesia bisa mengikuti jejak ini,” ujarnya.

Baca juga : Inovasi Dosen Undip Ubah Limbah Plastik Jadi Energi Terbarukan

Saeed optimistis Indonesia dapat mendorong pertumbuhan lebih tinggi dari proyeksi 5% per tahun. “Dengan reformasi di bidang keterampilan dan infrastruktur, laju pertumbuhan bisa naik ke kisaran 5,4% sampai 5,5%,” katanya.

Ia juga menilai transformasi ekonomi akan berdampak langsung pada pendapatan per kapita. Dari posisi sekitar US$ 5.100 pada 2023, angka ini diproyeksikan bisa naik ke US$ 7.200 pada 2028, bahkan menembus US$ 14.000 pada 2045. “Itu akan membawa Indonesia tegas masuk kategori upper-middle income,” jelasnya.

Lebih jauh, Saeed menekankan pentingnya empat pilar reformasi: program kepemimpinan berbasis kecerdasan buatan bagi lulusan menganggur, pendidikan gratis bahasa Inggris dan matematika, kolaborasi industri-akademik, serta investasi berkelanjutan di infrastruktur.

“Infrastruktur yang macet bisa memangkas satu poin persentase pertumbuhan. Jika bottleneck ini diatasi, momentum ekonomi akan kembali. Terutama di logistik, konektivitas digital, dan energi,” paparnya.

Ia menutup dengan keyakinan bahwa Indonesia tetap menjadi perhatian investor global. “Personally, I am buoyant on the economic outlook of Indonesia. Negara ini terus berada di radar investor dunia,” ujar ekonom lulusan University of Chicago Booth School of Business tersebut.

Bedakan Demonstran dan Perusuh.
Dalam rapat kabinet kemarin, Presiden RI Prabowo Subianto menegaskan dua hal yang sangat fundamental. Pertama, negara mengapresiasi dan memfasilitasi mereka yang menyampaikan pendapat secara damai. Kedua, negara harus turun tangan ketika yang terjadi bukan lagi demonstrasi, melainkan tindakan anarkis yang mengganggu ketertiban umum.

Pernyataan ini penting dipahami publik karena sering kali terjadi pencampuradukan istilah antara demonstran dan perusuh. Padahal, keduanya memiliki karakteristik dan tujuan yang berbeda.

Trubus Rahardiansah, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta mengatakan, “Demonstrasi adalah bagian dari demokrasi. Para demonstran biasanya turun ke jalan dengan tertib, memiliki tuntutan yang jelas, dan dipimpin oleh koordinator lapangan (korlap). Identitas mereka diketahui, agenda mereka transparan.” ujarnya.

Trubus Rahardiansyah  menyebut, salah satu faktor yang membedakan demonstran dan perusuh adalah adanya aturan yang mengikat.

“Unjuk rasa resmi biasanya berlangsung di siang hingga sore hari, dengan batas maksimal pukul 18.00. Setelah itu, mayoritas massa demonstrasi akan membubarkan diri. Dalam konteks ini, aparat justru berfungsi sebagai fasilitator, menyediakan ruang aman agar aspirasi bisa tersampaikan. Lain halnya dengan perusuh. Mereka muncul ketika massa demonstrasi sudah bubar, biasanya menjelang malam. Ciri-cirinya biasanya: berpakaian serba hitam, menggunakan helm dan masker, serta cenderung menutupi identitas. Mereka datang bukan untuk menyuarakan aspirasi, tetapi untuk menciptakan kekacauan.” terangnya.

Modus yang muncul berulang kali adalah pembakaran fasilitas publik, penjarahan toko atau pusat perbelanjaan, dan pengrusakan sarana umum. Seringkali, mereka bahkan bukan warga setempat, melainkan kelompok yang didatangkan dari luar daerah.

Tujuannya bukan lagi politik substantif, melainkan menebar rasa takut dan menciptakan instabilitas sosial. Tidak heran jika kelompok perusuh cenderung memusuhi aparat. Polisi menjadi target karena bertugas menangkap, menindak, dan memproses hukum mereka. Dalam logika kriminal, keberadaan polisi adalah penghalang bagi kehidupan tanpa aturan. Maka, sentimen anti-aparat sering kali muncul dari kelompok perusuh, bukan dari demonstran damai.

Yang menarik, di beberapa tempat seperti Summarecon Bekasi dan Blitar semalam, warga justru menunjukkan peran aktif. Ketika ada indikasi perusuh masuk ke lingkungan mereka, warga bersama aparat langsung menghalau. Hasilnya, massa perusuh kabur.

Inisiatif warga ini menunjukkan pentingnya solidaritas sosial. Perusuh beroperasi dengan logika teror, ingin membuat masyarakat takut. Namun ketika warga bersatu, logika itu patah. Kehadiran masyarakat di lapangan juga memberi sinyal kuat bahwa ruang publik bukan tempat bebas bagi kelompok anarkis.

Trubus Rahardiansah, pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Jakarta menegaskan, “Membedakan antara demonstran dan perusuh adalah kunci. Demonstran adalah bagian dari demokrasi, sementara perusuh adalah ancaman terhadap demokrasi. Negara wajib melindungi hak demonstran untuk menyampaikan pendapat, namun pada saat yang sama tegas menindak perusuh yang berupaya menciptakan instabilitas”, tegas Trubus.

Seperti ditekankan Presiden Prabowo, yang dihadapi negara saat ini bukan lagi sekadar unjuk rasa dengan tuntutan jelas, melainkan perusuh terorganisir. Karena itu, publik perlu kritis membedakan: jangan sampai kebebasan demokrasi disalahgunakan sebagai tameng untuk aksi kriminal.

Oleh karena demonstran tidak sama dengan perusuh maka masyarakat ketika melihat kerumunan harus jeli dan berhati-hati. Demonstran biasanya santun dalam menyampaikan pendapat dan ajakan kepada masyarakat senantiasa mengedepankan public civility. Masyarakat bisa menangkap dari perilaku demonstran yang pastinya tuntutannya untuk kemaslahatan publik.

Baca juga : FAJAR 2025, Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah untuk Kemandirian Ekonomi Jawa Tengah

Demonstran selalu menampilkan ide ide yang cerdas, senantiasa mengajak berdialog kepada institusi atau pimpinan lembaga yang diprotes. (03)

Exit mobile version