SEMARANG, Jatengnews.id – Lingkungan tenaga kesehatan Kota Semarang akhir-akhir ini digegerkan dengan munculnya konflik di Rumah Sakit Islam (RSI) Sultan Agung antara seorang dokter Anestesi bernama Dokter Astrandaya Ajie dengan Dosen Fakultas Hukum (FH) Unissula Doktor Muhammad Dias Saktiawan.
Belakangan diketahui bahwa konflik yang terjadi bermuara pada persoalan dokter terlambat datang memberi penanganan medis, kemudian keluarga pasien marah-marah.
Baca juga : Dosen Unissula Diskors 6 Bulan, Buntut Dugaan Kekerasan di RSI Sultan Agung
Konflik di RSI Sultan Agung ini, terjadi pada 4 September 2025 dimana, Dias sedang mendampingi istrinya sebagai pasien bersalin. Sementara, dr. Astra bertugas sebagai tenaga kesehatan (Nakes) yang memberikan tindakan ILA (Intrathecal Labour Analgesia) atau penyuntikan obat pereda nyeri.
Direktur Utama RSI Sultan Agung Semarang, Agus Ujianto menyampaikan, proses bersalin istri Dias, dijadwalkan ditangani oleh dokter bagian tindakan Obgyn dr. Stefani dan metode ILA dilakukan tindakan oleh dr. Astra.
“Jumat siang pasien tersebut telah melahirkan dibantu oleh dokter S dan tenaga kesehatan dari Rumah Sakit, karena dokter A datang terlambat dan tidak jadi menggunakan metode ILA, Tn. D marah-marah kepada dokter A,” ungkap Agus dalam keterangan resminya kepada awak media, pada Minggu (14/9/2025).
Sehingga, kesepakatan untuk melahirkan dengan metode ILA pada saat proses melahirkan gagal dilaksanakan karena keterlambatan tersebut. Kemudian terjadi konflik yang menggegerkan ruang persalinan tersebut, mulai dari muncul dugaan tindakan kekerasan hingga umpatan atau kata-kata kasar.
Agus mengaku, bahwa pihaknya telah berupaya memberikan fasilitas untuk kedua belah pihak melakukan tindakan klarifikasi dan menyelesaikan persoalan ini secara dialog. Dalam pertemuan tersebut, berbagai pihak dihadirkan, mulai dari pasien, dokter, IDI Jawa Tengah, IDI Kota Semarang, hingga Dekan Fakultas Hukum dan Dekan Fakultas Kedokteran.
“Guna mewujudkan penyelesaian permasalahan secara internal (alasan dilakukan Dialog), pada saat itu Tn. D (Dias) mengucapkan terimakasih kepada dokter S (Stefani) dan dokter A (Astra) serta permohonan maaf,” sambungnya.
Dalam upaya penyelesaian internal atau mendamaikan ini, ternyata dr Astra memilih menempuh jalur hukum dan di hari yang sama ia telah melakukan pelaporan ke Polda Jateng.
Terpisah, Juru Bicara Unissula dan Dekan Fakultas Hukum Unissula, Prof. Dr. H. Jawade Hafidz menyampaikan, bahwa pada saat proses dialog dan Dias menyampaikan permintaan maaf, dr. Astra tidak ada dilokasi atau tidak menghadiri pertemuan tersebut. Hal tersebut, ia ungkap pada saat konferensi pers di Kampus Unissula pada Kamis (18/9/2025) kemarin.
Tak hanya memberikan keterangan tersebut, Ia juga mendetailkan bahwa Kampus Unissula melalui Dewan Etik telah melakukan upaya klarifikasi dimana muncul temuan yang membenarkan bahwa dr. Astra memang terlambat datang atau tidak sesuai jadwal.
“Lahir lah anak itu, dan tidak lama dr Astra datang untuk memberikan tindakan itu (ILA), yang ditunggu pasien sudah lewat karena sudah melahirkan. Suami pasien bereaksi dengan nada tinggi dan meminta dokter tersebut untuk keluar ruangan,” jelasnya.
Selang beberapa waktu, disebutkan bahwa dr. Stefani meminta dr. Astra untuk kembali dan membantu memberikan tindakan suntikan obat untuk mengurangi rasa nyeri karena akan dijahit pada bagian alat vital istri dias usai melahirkan.
Dalam kejadian tersebut, dirinya membenarkan bahwa terjadi dorongan dan suara keras atau omongan dengan nada tinggi (orang marah) yang dilakukan oleh Dias.
“Karena kekecewaan yang luar biasa (alasan berteriak) diharapkan datang saat istrinya membutuhkan suntikan untuk mengurangi rasa nyeri tapi tidak datang,” ungkapnya hasil klarifikasi yang ia terima.
Ia juga membenarkan, bahwa pada saat Dias marah atau berteriak dia sampai muncul umpatan berupa nama hewan sebagai bentuk luapan emosinya. “Hal tersebut dengan suara-suara keras di lokasi persalinan,” ujarnya.
Meskipun dalam kejadian terjadi tindakan dorongan yang dilakukan oleh Dias pada saat mengusir dr. Astra, namun pihaknya menyimpulkan tidak ada kontak fisik yang sifatnya pemukulan. “Ketika kami tanya ada pemukulan, ternyata tidak ada,” katanya.
Perihal kerusakan pintu di ruang persalinan tersebut, Jawade menyebutkan, dilakukan oleh Dias lantaran terburu-buru memanggil dr Astra supaya segera datang memberikan tindakan metode ILA. “Tetapi sampai istrinya melahirkan belum juga datang,” ujarnya.
Artinya, Dewan Etik menyimpulkan bahwa pecahnya pintu tersebut bukan karena sengaja ditendang oleh Dias karena marah, namun karena dirinya tersandung saat panik keluar masuk dan mencari dr Astra yang tak kunjung datang.
Akibat dari tindakannya yang dinilai mengganggu kenyamanan di muka publik, maka Dosen FH Doktor Dias, diberi sanksi oleh rektor berupa pembebasan fungsi akademik sebagai dosen atau di skorsing selama enam bulan.
Tim kuasa hukum dr Astra, Mirzam Adli menyampaikan, bahwa kasus yang ia dampingi bakal terus berlanjut dan sudah dalam proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh Polda Jateng. Kemudian, ada lima orang yang telah dilakukan pemeriksaan saksi.
“Baik saksi korban (dr. Astra) maupun saksi lain (yang berkaitan atau ada dilokasi pada saat terjadi konflik), diperiksa Rabu (17/9/2025) kemarin,” detailnya saat ditemui awak media, Jumat (19/9/2025).
Ia menyebutkan, bahwa dr. Astra saat ini kondisi fisik yang sebelum dikatakan mengalami tindakan kekerasan luka dibagian tangan kanannya telah membaik dan untuk psikisnya disebutkan masih seperti trauma. “Masih belum stabil dan masih kurang fokus, sehingga cuti sementara,” katanya.
Perihal adanya Konferensi Pers yang dilakukan Unissula pada Kamis kemarin, Mirzam mengaku enggan meresponnya karena dinilai sudah keluar dari tanggung jawabnya. Adapun kronologi versi dr. Astra seperti apa, dirinya enggan menyampaikan dan menyerahkan persoalan kepada pihak kepolisian.
“Itu kami tidak menanggapi karena sudah keluar dari koleger hukum. Apalagi disitu ada bahasanya tidak ada kontak fisik, tidak ada apalah sebagainya. Karena itu bukan kapasitas kita dan kami tidak mau menanggapi itu,” jelasnya.
Dalam persoalan hukum yang ia dampingi ini, dirinya fokus pada adanya dugaan tindak kekerasan dan tindakan menyerang psikis dokter.
“Kalaupun ada persoalan silahkan diselesaikan dengan cara yang beradab,” ujarnya.
Saat ini, pihaknya menyebutkan bahwa ada 40 kuasa hukum yang telah disiapkan untuk mendampingi dr. Astra.
Ditreskrimum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio menyampaikan bahwa sedang dalam tahap penyelidikan dan ada lima orang yang telah diminta keterangan.
Baca juga : Viral Dokter RSI Sultan Agung Semarang, Diduga Menjadi Korban Kekerasan
“Kami juga sudah meminta visum dan untuk alat bukti sedang kami dalami,” ucapnya kepada Jatengnews.id di Mapolda Jateng Jumat (19/9/2025). Dengan demikian, konflik di lingkungan RSI Sultan Agung antara dokter terlambat penanganan dan keluarga pasien yang berstatus dosen marah-marah di ruang bersalin bakal berlanjut ke ranah hukum. (03)