SEMARANG, Jatengnews.id – Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) bekerja sama dengan Fakultas Hukum dan Bahasa Universitas Stikubank menyelenggarakan diskusi publik dengan tema ‘Pandangan Aparat Penegak Hukum terhadap Perlindungan Advokat, Pendamping dan Perempuan Berhadapan dengan Hukum.
Diskusi publik ini dimaksudkan agar memperluas isu revisi RUU KUHAP dan mendorong keterlibatan masyarakat luas dalam revisi RUU KUHAP, mengetahui cara pandang aparat penegak hukum lain seperti kepolisian, kejaksaan dan pengadilan terhadap perlindungan advokat, pendamping dan Perempuan berhadapan dengan hukum, serta membangun ruang diskusi bersama dan bermakna antar penegak hukum dan pendamping.
Baca juga : Bapemperda Pertanyakan Perda Belum Dilengkapi Perbup
Eti Oktaviani, SH sebagai perwakilan dari Kaukus Advokat Progresif Indonesia (KAPI) dan Justice Maker Fellows memperkenalkan KAPI dan alasan pembentukannya dan selanjutnya Dr. Safik Faozi, SH., MHum. Serta membuka Diskusi Publik.
Karman Sastro, SH., MH tampil sebagai pemandu diskusi publik. Adapaun narasumber yang hadir berasal dari berbagai lintas sektor, seperti Nihayatul Mukarrahmah, SH., MH merupakan advokat dan pendamping Perempuan dari Lrc KJHAM, Dr. Safik Faozi, SH., MHum merupakan Dekan Fakultas Hukum dan Bahasa Universitas Stikubank, Nasrul Saftiar Dongoran, SH., MH., CCL., CTA merupakan advokat dan Managing Partner NET Attorney Lawfirm, Dr. H. AHMAD SYAFIQ, S.Ag., S.H., M.H. merupakan Ketua PN Semarang, Ashari Kurniawan., SH., MH.Li Koordinator Penugasan Kejaksaan Tinggi, Kompol Dr. Akhwan Nadzirin, S.H., M.H. Advokat Muda 1 – Bidkum Polda Jateng.
Dr. Safik Faozi, SH., MHum, menyampaikan bahwa diskusi publik ini sangat penting dan strategis kaitannya dengan menempatkan advokat terutama pendamping perempuan secara yuridis formal kurang terwadahi dlm berbagai Undang-Undang.
“Oleh karena itu untuk memperbarui RUU kuhap untuk mengakomodasi peran advokat dan pendamping Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) untuk menguatkan akses keadilan bagi masyarakat terutama bagi PBH.’’ ujarnya melalui siaran pers, Rabu (24/09/2025).
Selanjutnya, Narasumber dari Polda Jawa Tengah Kompol Dr. Akhwan Nadzirin, S.H., M.H memaparkan tentang perbedaan peran advokat dan Perempuan berhadapan dengan hukum dalam KUHAP lama dan RUU KUHAP. Kompol Akhwan berpendapat RUU KUHAP mengandung norma yang memperluas peran dan perlindungan advokat.
Terkait advokat berhadapan dengan hukum, advokat dipandang sebagai subjek yang sama dengan masyarakat. Sehingga ketika ada proses penyelidikan atau penyidikan, kepolisian akan melakukan pemanggilan, dll.
Namun demikian, jika Organisasi Advokat memiliki MoU (Memorandum of Understanding) dengan Kepolisian terkait pedoman memeriksa advokat berhadapan dengan hukum.
“Seperti organisasi INI (Ikatan Notaris Indonesia) yang memiliki MoU dengan kepolisian. Maka kepolisian akan mematuhi isi MoU. Selain itu Polda saat ini akan memiliki Direktorat PPA-PPO yang khusus menangani kasus Perempuan berhadapan dengan hukum yang merupakan bentuk Upaya Polri serius dalam isu perlindungan Perempuan,” ujarnya.
Selanjutnya perwakilan dari Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Ashari Kurniawan., SH., MH.Li juga menyampaikan pentingnya ada MoU Kejaksaan dengan Organisasi Advokat agar adanya kesepemahaman pedoman memeriksa advokat melalui organisasi advokat. Selain itu, Ashari juga memaparkan pandangannya terkait RUU KUHAP. ‘saat ini KUHP baru akan berlaku pada 02 Januari 2026, sementara RUU KUHAP masih belum rampung pembahasan hingga saat ini. Sehingga berharap dukungan masyarakat untuk pengesahan RUU KUHAP yang berkeadilan.
Nihayatul Mukarrahmah, SH., MH narasumber yang merupakan advokat dan pendamping Perempuan menyampaikan temuannya selama melakukan pendampingan hukum. ‘’MA dan Kejaksaan Agung telah menerbitkan beberapa aturan teknis untuk melindungi PBH seperti PERMA 3 tahun 2017 dan Pedoman Kejaksaan Agung No 1 tahun 2021. Namun dalam implementasinya kami masih menemui tantangan karena beberapa hakim dan jaksa yang kami temui tidak melaksanakan aturan-aturan tersebut. Selain itu, terkait RUU KUHAP, di dalam Pasal 136 telah mengatur beberapa hak korban, namun belum ada pengaturan siapa yang bertanggungjawab memenuhi hak-hak korban. Kami juga mendorong agar Pemerintah Indonesia tidak buru-buru mengesahkan RUU KUHAP, tapi lebih mempertimbangkan substansinya’’
Sementara itu. Ketua PN Semarang, Dr. H. AHMAD SYAFIQ, S.Ag., S.H., M.H. menyampaikan PN Semarang sedang Majelis khusus yang berisi hakim perempuan untuk menyidangkan Perempuan berhadapan dengan hukum (PBH) untuk perlindungan perempuan serta memastikan keamanan dan kenyamanan PBH.
“Mahkamah Agung telah menerbitkan berbagai peraturan untuk melindungi PBH, seperti PERMA 3 tahun 2017 dan PerMA 1 tahun 2024. Pengadilan mendukung perlindungan bagi advokat, pendamping dan PBH. RKUHAP telah memasukkan beberapa hal khusus terkait perlindungan advokat dan pendamping non-advokat’’ tuturnya.
Menurut Nasrul Saftiar Dongoran, SH., MH., CCL., CTA dari NET Attorney menyatakan advokat dalam prakteknya banyak advokat yang menjalankan profesi menghadapi laporan pidana, kriminalisasi seperti penetapan tersangka hingga didakwa dan diputus hakim di pengadilan. Sehingga fakta empiris ini membuktikan perlindungan advokat dalam UU Advokat belum memadai. Oleh karena itu penting dalam RUU KUHAP untuk mengatur secara tegas advokat tidak dapat dituntut pidana dan advokat tidak dapat diperiksa secara hukum tanpa adanya rekomendasi dan/atau putusan dewan kehormatan PERADI.
Lebih lanjut Nasrul menyatakan melalui kegiatan ini ‘’Hukum perlu terus didiskusikan secara berkelanjutan antar aparat penegak hukum antara lain Hakim, Jaksa, Advokat, Kepolisian, Dosen Fakultas Hukum di Kota Semarang. Karena Hukum terus berkembang, keadilan sepuluh tahun yang lalu dengan keadilan saat ini bisa jadi berbeda. Sehingga, diskusi lintas aktor seperti ini sangat diperlukan untuk mendekatkan keadilan bagi masyarakat yang sejalan dengan pemikiran teori hukum progresif.
Baca juga : Persiapan Program Cek Kesehatan Gratis, Puskesmas Dilengkapi Photo Booth
Melalui forum ini, narasumber dan peserta yang hadir bersepakat untuk membangun ruang diskursus bermakna yang inklusif dan lintas sektor. Baik dalam merespon isu tertentu seperti RUU KUHAP maupun isu yang lebih luas terkait proses penegakan hukum di Kota Semarang. (03)