24 C
Semarang
, 13 November 2025
spot_img

Banjir Rob Tak Surutkan Semangat Perempuan Pesisir Demak Lawan Krisis Iklim

Temukan peran perempuan pesisir dalam adaptasi krisis iklim di Pesisir Demak melalui diskusi inklusif dan responsif.

DEMAK, Jatengnews.id — Komunitas Perempuan Nelayan Puspita Bahari menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema “Peran Perempuan Pesisir dalam Adaptasi Krisis Iklim dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender”, di Sanggar Pramuka Demak.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan Hari Perempuan Nelayan Sedunia yang jatuh pada 5 November, dan didukung oleh GENERATE Project dari University of Leeds.

Baca juga : BMKG Beri Peringatan Dini Warga Pesisir Demak Waspada Banjir Rob

FGD diikuti oleh perwakilan masyarakat dari lima desa pesisir di Kabupaten Demak — Morodemak, Purworejo, Margolinduk, Timbulsloko, dan Bedono. Diskusi bertujuan memetakan dampak berbasis gender dari krisis iklim dan banjir rob, serta menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan perempuan nelayan.

Hasil diskusi menunjukkan bahwa banjir rob menjadi tantangan utama bagi masyarakat pesisir Demak. Fenomena tersebut berdampak langsung terhadap ekonomi rumah tangga, pendidikan anak, dan kesehatan masyarakat. “Setiap kali air pasang datang, rumah kami terendam dan anak-anak sulit ke sekolah. Kami kehilangan rasa aman,” ungkap Sulastri, nelayan asal Bedono, Senin (10/11/2025).

Selain faktor alam, pembangunan infrastruktur yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan turut memperburuk situasi. Reklamasi, proyek jalan tol, dan ekspansi industri pesisir mempercepat kerusakan ekosistem dan menggeser mata pencaharian masyarakat. “Kami yang dulu petani, kini terpaksa menjadi nelayan tanpa keterampilan cukup,” ujar Rohani, warga Morodemak.

Melalui metode kalender musim, peserta mencatat perubahan cuaca ekstrem dalam sepuluh tahun terakhir. Musim hujan datang lebih cepat dan lebih panjang, sedangkan musim tangkap ikan semakin tidak menentu. Beberapa jenis ikan seperti bawal putih bahkan mulai langka.

Dampak perubahan iklim juga memicu dinamika sosial yang kompleks, termasuk meningkatnya kekerasan berbasis gender (KBG). Tekanan ekonomi, stres psikologis, dan budaya patriarki memperbesar risiko kekerasan dalam rumah tangga. “Budaya patriarki menjadi akar banyak persoalan yang kami hadapi. Perempuan sering kali menjadi pihak paling terdampak,” tutur salah satu peserta FGD.

Meski demikian, gerakan perempuan pesisir menunjukkan ketahanan sosial yang kuat. Puspita Bahari dan anggotanya melakukan berbagai inisiatif lokal seperti pembentukan kelompok perempuan nelayan, perbaikan infrastruktur desa secara swadaya, penanaman mangrove, dan pengelolaan bank sampah. “Kami tidak hanya berbicara, kami bergerak. Perempuan pesisir harus punya peran dalam kebijakan publik,” tegas Masnuah, pendiri Puspita Bahari.

Melalui forum ini, perempuan pesisir menyerukan agar pemerintah daerah dan nasional meningkatkan infrastruktur desa terdampak rob, memperluas akses pendidikan dan kesehatan, serta memastikan kebijakan adaptasi perubahan iklim disusun dengan perspektif gender.

Baca juga : Lebih Sehat Perempuan Pesisir Demak Beralih ke Pembalut Kain

Sebagai informasi, Puspita Bahari, yang berdiri sejak 2005, telah menjadi pelopor gerakan perempuan nelayan di pesisir utara Jawa. Komunitas ini aktif dalam advokasi kebijakan lingkungan dan pemberdayaan ekonomi perempuan. Selama dua dekade, mereka konsisten memperjuangkan keadilan iklim dan sosial di tengah krisis yang terus mengancam wilayah pesisir Demak. (03)

Berita Terkait

BERITA TERBARU

- Advertisement -spot_img
- Advertisement -spot_img

BERITA PILIHAN