DIBALIK hamparan sungai Roban yang berjajar rapi ratusan kapal nelayan, terdapat tangan-tangan perempuan yang sibuk sortasi ikan-ikan kecil kering. 20 Desember 2025, dimana suasana langit Kampung Roban Timur, Kecamatan Subah, Kabupaten Batang, awalnya cerah. Tiba-tiba, saat siang menjelang sore awan tebal berkumpul.
Spontan tangan-tangan terampil dari istri nelayan tersebut dengan sigap mengangkat jemuran ikan asin yang sudah mereka gelar sejak pagi. Proses penjemuran ikan seperti ini, jika suasana terik biasanya membutuhkan waktu selama dua hingga tiga hari.
Rohati salah satunya, perempuan berusia 45 tahun tersebut, tampak sibuk menyortir ikan asin yang telah usai dijemur. Praktik penyortiran ikan-ikan kecil kemudian diberi takaran garam, hingga menjadi ikan asin, sebenarnya sudah dilakukan Rohati sejak tahun 90 an.
Aktivitas ini bukan hanya menjadi rutinitas istri nelayan untuk konsumsi pribadi, namun menjadi penyangga ekonomi keluarga di tengah fluktuasi penghasilan nelayan.
Baca juga: Nelayan Perempuan Demak Suarakan Perlindungan dan Pemberdayaan
Bahkan, Rohati bersama istri nelayan lainnya, bersatu membuat kelompok pengolahan ikan asin dengan label Kelompok Pertiwi Roban Timur. Wadah tersebut, menjadi ruang untuk berkomunal demi peningkatan kualitas penjualan ikan asin di Roban Timur.
Beberapa hari terakhir, cuaca sedang tidak mendukung jika para suami berangkat melaut. Dimana cuaca sering hujan dan angin kencang, sehingga berpotensi mengancam keselamatan para nelayan jika memaksakan untuk pergi ke laut. Sehingga, penjualan ikan asin ini menjadi pahlawan pemasukan disaat musim seperti sekarang.
“Jika sudah menjadi ikan asin seperti ini, kita biasa menjual ke Pasar Batang,” ungkapnya saat ditemui Jatengnews.id.
Berbekal modal Rp 100 ribu hingga Rp 500 ribu membeli ikan kecil-kecil di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Roban Timur, ia mengaku bisa meraup keuntungan hingga dua kali lipat sekali pengolahan menjadi ikan asin jika harganya sedang stabil.
“Proses pengolahannya itu sekitar 7 hari, modal sekitar Rp 450.000 keuntungan kotornya itu bisa sampai Rp 650.000 sampai Rp 750.000,” katanya sambil mengingat-ingat pemasukannya.
“Alhamdulillah lumayan, kalau ikan banyak harganya miring itu, keuntungan bersih bisa sampai Rp 600.000,” akunya.

Ia bercerita, bahwa akhir-akhir ini kondisi gelombang tinggi sehingga sudah tiga hari suaminya tidak berangkat melaut. “Dari Kamis, hingga Sabtu ini tidak ada yang berangkat,” ungkapnya.
Jenis ikan yang biasa mereka olah menjadi ikan asin yakni jenis, layur (Rp 45.000/kilogram), teri (Rp 60.000/kilogram), kuniran (Rp 45.000/kilogram), kacangan (Rp 45.000/kilogram), perek (Rp 20.000/kilogram) dan masih banyak lainnya.
Bagi beberapa warga, harga ikan asin disini tergolong murah. Santoso warga Batang, yang memiliki istri asal Cianjur, sudah bertahun-tahun langganan beli ikan asin di Roban Timur. Menurutnya, ikan asin disini memiliki kekhasan tersendiri sehingga menjadi oleh-oleh favorit mertuanya.
“Setiap ke cianjur, ikan asin selalu menjadi oleh-oleh yang dibeli istri untuk keluarga disana,”tuturnya.
“Cianjur jarang, harganya dua kali lipat lebih mahal, disini kan langsung dari nelayannya, dan pasti lebih fresh,” akunya.
Berkelompok untuk Pemasaran Luas
Ketua Kelompok Pertiwi Roban Timur, Erviana (35) mengungkapkan, grup istri nelayan yang melakukan pengolahan ikan asin ini baru terbentuk pada bulan September 2025 lalu. Namun, sebelumnya mereka sudah melakukan usaha ikan asin ini secara individu dan seringkali penghitungannya meleset atau tidak ada manajemen yang jelas. Sehingga dibentuklah kelompok ini.
Saat ini, mereka sedang menyiapkan rumah produksi lengkap dengan sanitasi yang memadai dan menghasilkan olahan ikan asin berkualitas. “Selama ini pemesaran cuman di wilayah Batang saja, ya ini kita kelola kembali agar bisa tersebar hingga luar daerah seperti Jakarta dan Jawa Barat,” tuturnya.
Pihaknya, juga tengah menyiapkan packaging yang lebih menarik dan lebih rapat supaya daya tahan produk olahan ikan asin bisa lebih lama. Menurutnya, dengan kemasan dan kualitas yang lebih baik juga bakal ada peningkatan harga untuk kedepannya. Sehingga, bukan lagi hanya menjadi pemasukan tambahan namun bisa menjadi penopang hidup mereka.
“Sekarang anggotanya ada 10 orang,” sebutnya jumlah anggotanya yang sedang berjuang mengembangkan produk ikan asin di Roban Timur tersebut.
Ia juga bermimpi, ikan asin ini bisa dipasarkan secara online sehingga bisa dirasakan oleh seluruh warga di penjuru Indonesia. “Kemarin kita juga sempat mendapatkan pelatihan dari mulai pengemasan hingga penjualan, dan saat ini sedang proses pengurusan perijinan juga seperti ke BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan),” ungkapnya.
Pendampingan Ekonomi Keberlanjutan
Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Tengah (Jateng) sebagai pendamping nelayan Roban Timur, memang tengah menganalisa bahwa para warga harus mulai menyiapkan beberapa planning untuk merespon kondisi laut dan berkurangnya ruang tangkap.
“Kawan Walhi Jateng memang sedang mendampingi warga Roban Timur untuk pertama memahami ekonomi keberlanjutan, yang kedua adalah kesadaran ekosistem pesisir dan ketiga perihal wilayah tangkap,” ungkapnya Staf Advokasi Walhi Jateng.
Saat ini, Walhi Jateng memang sedang memikirkan bagaimana warga bisa sadar akan pengolahan dan pemasaran ikan, termasuk membuat kelompok untuk kemajuan penjualan ikan asin.
“Jadi kami sedang berusaha untuk, bagaimana ikan asin di Roban Timur itu dapat dipasarkan di luar Batang,” jelasnya.
“Kamu juga sedang mengupayakan supaya rumah produksinya memiliki izin lingkungan, makanya ini pendirian rumah produksinya agak lama,” sambungnya.
Maksudnya, ia berharap para istri nelayan ini kedepannya tidak hanya memikirkan laba penjualan ikan asin saja namun juga memperhatikan dampak lingkungannya dan bagaimana solusi supaya menjadi ramah.
“Produksi ini sebelumnya sudah ada namun masih sendiri-sendiri, namun dengan kita buatkan kelompok ini supaya mereka bisa memiliki nila jual kedepannya,” ujarnya.
Kelompok ekonomi ini, menjadi hal yang baru supaya kedepan tidak hanya berkumpul untuk religiusitas namun juga urusan ekonomi. “Biasanya itu mereka hanya berkelompok untuk mengaji, PKK, kelompok ekonomi itu suatu hal yang baru,” katanya.
Kedepan, timnya bakal melakukan R&D atau penelitian dan pengembangan ulang, mulai dari harga hingga pemasarannya. “Kemarin kita sudah coba tawarkan ke Jakarta menjadi cemilan dengan aneka rasa, itu yang jenis kuniran,” ujarnya.
Baca juga: Rumpon Bambu dan Kerang Hijau, Peluang Emas Ekonomi Pesisir
“Sebenarnya, harga jual yang ditawarkan ibu-ibu Pertiwi Roban Timur itu terlampau jauh dari harga pasaran ikan asin (terlalu murah),” sambungnya.
Perihal hitung-hitungan harga, Rizki mendetailkan bahwa urusan bisnis harus memikirkan biaya dari semua bagian yang terlibat, seperti modal alat ember dan lainya, termasuk biaya buruh yang mengerjakannya.
Perlahan, penawaran ikan asin oleh para istri nelayan ini menjadi formatur terobosan untuk membantu ekonomi para nelayan. Bahkan hadirnya kelompok ini juga telah dilirik pemerintah. “ Kemarin diundang sekali oleh DKP (Dinas Kelautan dan Perikanan) untuk ikut pelatihan,” katanya.
Penulisan karya ini, terwujud atas dukungan program beasiswa peliputan dari Walhi Jateng, perihal praktik baik yang ada di pesisir Pantura Batang, Demak dan Kota Semarang. (Kamal-01).



