SEMARANG, Jatengnews.id – Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang, Nur Syamsudin, mengusulkan agar pemerintah memberlakukan pajak penghasilan (PPh) hingga 40% bagi kalangan superkaya.
Menurutnya, langkah ini dapat menjadi solusi efektif untuk memperkuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa menambah beban masyarakat kecil maupun memangkas anggaran daerah.
Baca juga: Pengamat Nilai Pengawasan Operasional Angkutan Barang Belum Maksimal
“Hampir 80 persen kekayaan nasional terkonsentrasi pada satu persen penduduk terkaya. Kalau penghasilan mereka dipajaki hingga 40 persen, hasilnya bisa signifikan untuk menambah pemasukan negara,” ujarnya saat ditemui, Sabtu (6/9/2025).
Nur menilai sistem perpajakan saat ini justru lebih memberatkan kelompok pekerja dan aparatur sipil negara (ASN), sementara penghasilan pribadi dari para pengusaha kaya relatif belum tersentuh secara optimal.
“Pengusaha memang dikenai pajak usaha, tetapi penghasilan pribadi mereka belum dikenai pajak secara progresif. Ini yang seharusnya segera dibenahi,” tegasnya.
Sebagai perbandingan, ia menyebut negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan berbagai negara Eropa yang berani memungut pajak hingga 40–50% dari kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi.
“Mereka masih bisa hidup nyaman dengan 50 persen kekayaannya, sementara sisanya digunakan untuk kepentingan negara dan rakyat. Mengapa Indonesia tidak bisa meniru?” tambahnya.
Selain pajak orang kaya, Nur juga menyoroti kontribusi sektor sumber daya alam (SDA) yang menurutnya masih jauh dari maksimal. Ia menyebut, kontribusi sektor ini dalam APBN hanya sekitar 7–8 persen, meski Indonesia merupakan negara dengan kekayaan alam yang sangat melimpah.
“Kita ini produsen sawit terbesar dunia. Kita juga punya nikel, bauksit, timah, hingga tembaga. Kalau dikelola dan dikenai pajak dengan benar, hasilnya bisa jauh lebih besar,” paparnya.
Tak hanya soal pajak dan SDA, Nur juga mendesak agar pemerintah segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset, termasuk mekanisme pembuktian terbalik untuk kasus korupsi.
“Kalau aset koruptor dirampas dan dikelola negara, itu langsung memperkuat APBN. Tapi harus diawasi secara ketat agar aset tidak malah hilang atau diselewengkan kembali,” ujarnya mengingatkan.
Baca juga: Pengamat Politik Undip Teguh Yuwono Kritisi Politik di Indonesia Ikuti Kondisi Pasar
Nur menolak solusi penambahan pendapatan negara yang justru membebani rakyat kecil atau mengorbankan anggaran publik di daerah.
“Masyarakat sudah terbebani PPN, PBB, pajak kendaraan, dan lainnya. Jangan sampai solusi untuk APBN justru merugikan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan rakyat,” pungkasnya.
Menurutnya, jika pemerintah serius dalam memajaki orang kaya, mengoptimalkan potensi SDA, dan menindak tegas para koruptor, Indonesia bisa memperkuat APBN tanpa perlu menambah utang luar negeri atau memangkas anggaran vital.(02)