
SEMARANG, Jatengnews.id – Kematian Dwinanda Linchia Levi (35) tahun dosen Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang hingga saat ini masih menimbulkan kejanggalan, khusus dari pihak keluarga korban.
Didampingi kakak kandung korban, Perdana Cahya Devian Melasco (Vian), Zainal Abidin Petir selaku kuasa hukum menyebutkan, kejanggalan kasus ini terjadi saat pemanggilan yang dilakukan AKBP B (Basuki), Petir menilai bahwa AKBP B sempat grogi dan patut dicurigai.
“Dia kan AKBP pangkatnya tinggi, sementara Inafis Polrestabes itukan nggak tinggi, masak manggilnya ndan,” ujarnya.
Atas kejadian ini pihaknya mendesak Kapolda Jateng dan Kapolri mengawal kasus ini dan diungkap secara transparan.
Baca juga: Keluarga Korban Sebut Ada Foto Bercak Darah Pada Tubuh Dosen Untag
Petir juga menambahkan, keluarga korban dosen Untag yang ditemukan meninggal dunia, menyebutkan bahwa sempat mendapatkan kiriman foto kondisi korban yang terdapat bercak darah dibagian paha dan perut. Disebutkan foto dikirim oleh AKBP Basuki kepada keluarga yang di Porwokerto.
“Foto itu dikirimkan oleh nomor yang belakangan dikatahui adalah AKBP B (Basuki) mengirim kepada keluarga di Porwokerto,” akunya.
Ia juga membenarkan adanya bercak darah dibagian paha dan perut. “Budenya sempat cerita ke saya, namun belum sempat disimpan fotonya namun dihapus kembali oleh pengirimnya,” jelasnya.
Ia menyebutkan, bahwa banyak alat bukti yang sudah dibawa oleh polisi seperti laptop dan handphone.
“Laptop dan HP-nya itu tadinya mau diminta oleh AKBP B, anehnya itu dia dengan Inafis selalu memanggil ndan,” ujarnya.
Baca juga: Kasus Meninggalnya Dosen Untag, AKBP Basuki Diduga Jalin Hubungan Asmara Sejak 2020
Sebelumnya telah ditekatahui, bahwa korban ditemukan meninggal dunia dalam kondisi telanjang dilantai di kamar kosnya, Hotel Mimpi Inn Gajahmungkur, Senin (17/11/2025).
Sementara itu, kakak kandung korban Vian, mengaku mendapatkan kabar adiknya meninggal dari pihak kampus pada Senin sekitar pukul 18.00 WIB.
Vian mewakili pihak keluarga besar menyampikan, bahwa korban merupakan yatim piatu yang berasal dari Purwokerto meskipun disebutkan memiliki identitas warga Semarang.
“Keluarga besar menginginkan semua peristiwa bisa terungkap secara transparan dan jelas biar keadilan bisa ditegakan,” paparnya. (01).