Demak, Jatengnews.id – Ribuan warga memadati jalur utama dari Pendopo Kabupaten Demak hingga Makam Sunan Kalijaga, untuk menyaksikan puncak prosesi Grebeg Besar Demak 1446 Hijriah, Jumat 6 Juni 2025.
Grebeg Besar atau perayaan budaya dan spiritual tahunan ini menampilkan kirab 522 prajurit serta iring-iringan tumpeng sembilan sebagai simbol penghormatan terhadap Wali Songo dan warisan Kesultanan Demak.
Baca juga: Grebeg Besar Demak 2025: Warisan Budaya yang Menyatukan Spiritualitas, Tradisi dan Ekonomi Rakyat
Kirab budaya Grebeg Besar Demak 2025 diawali dengan barisan Prajurit 40-an yang tampil mengenakan busana adat Kesultanan Demak, lengkap dengan tombak dan tameng.

Mereka berjalan tertib dari Pendopo Kabupaten menuju Makam Sunan Kalijaga, disusul iring-iringan kereta kencana yang membawa jajaran disusul kereta kencana yang ditumpangi oleh Plh Bupati Demak Muhammad Badruddin didampingi istrinya beserta rombongan yang lain, Forkopimda, serta tokoh masyarakat.
“Kirab ini bagian dari sejarah dan identitas kita sebagai orang Demak,” ujar dr. Zaky Maardi, tokoh masyarakat yang ikut dalam iring-iringan.
Baca juga: Penanda Grebeg Besar Demak Dimulai
Namun sorotan utama tertuju pada barisan prajurit sebanyak 522 orang yang menjadi daya tarik visual sekaligus pencetak rekor nasional. Museum Rekor Indonesia (MURI) pun mencatatnya sebagai “Kirab Prajurit Tradisional Terbanyak”.

“Empat tahun berturut-turut, Grebeg Besar Demak selalu berhasil mencatatkan rekor. Ini bukan hanya capaian, tetapi bukti sinergi pemerintah dan masyarakat dalam merawat budaya,” ungkap Ari Andriani, Kepala MURI Semarang, saat menyerahkan piagam dan medali rekor.
522 Prajurit Iringi Pusaka
Angka 522 bukan tanpa makna. Sesuai usia Kabupaten Demak ke-522 tahun, sebanyak 522 prajurit dikerahkan mengiringi Lurah Tamtomo dan ubo rampe menuju makam, menyertai dua pusaka peninggalan Sunan Kalijaga: Ageman Kotang Onto Kusumo dan Keris Kyai Carubuk.
Prosesi penjamasan pusaka menjadi puncak spiritual Grebeg Besar. Dilakukan pada 10 Dzulhijjah oleh tujuh ahli waris Kadilangu, yang selama sembilan hari sebelumnya berpuasa.
Baca juga: Guyangan, Jejak Kearifan Lokal dalam Sakralnya Grebeg Besar Demak
“Ini bukan hanya membersihkan pusaka, tapi juga membersihkan diri. Menjaga hati dari hawa nafsu dan keburukan, seperti pesan leluhur kami,” jelas KH. Raden Muhammad Fauzi, juru kunci sekaligus ahli waris Sunan Kalijaga.

Sebelum penjamasan, rombongan membaca tahlil dan doa bersama. Setelah itu, pintu makam yang terkunci dibuka dengan khidmat sambil membacakan doa secara khusus.
Ancakan dan Tumpeng Sembilan
Sehari sebelumnya, tradisi Ancakan digelar di Pendopo Notobratan Kadilangu, Kamis malam (5/6/2025). Ribuan warga tumpah ruah menikmati nasi anyaman bambu berisi urap, ikan asin, dan sayuran, sebagai bentuk sedekah.
“Ini tradisi dari zaman Sunan Kalijaga. Kami percaya, berebut ancak adalah bagian dari ngalab berkah,” tutur Bu Murni (60), warga Kadilangu yang datang bersama cucunya.
Acara dilanjutkan dengan iring-iringan Tumpeng Sembilan—lambang Wali Songo—dari Pendopo menuju Masjid Agung Demak. Di serambi masjid, tumpeng didoakan dan dibagikan kepada warga usai pengajian bertema “Melestarikan Budaya dengan Agama untuk Kesejahteraan Bersama.”

“Tradisi ini merupakan sumber nilai, moral, dan perekat sosial. Kita harus bangga memilikinya dan menjaganya bersama,” ungkap Plh. Bupati Demak, Muhammad Badruddin, dengan memukul gong sebagai pembuka prosesi.
Selain itu, Grebeg Besar juga menjadi ruang edukatif dan spiritual. Barisan Pramuka membentuk pagar betis, membantu kelancaran arak-arakan, sementara ratusan aparat keamanan turut menjaga kenyamanan pengunjung.
Di sela-sela hiruk pikuk, seorang pelajar bernama Nabila (16), peserta kirab prajurit, mengaku bangga bisa ikut dalam perayaan ini.
Baca juga: Grebeg Besar Menjelang Idul Adha, Alun-alun Demak Disesaki Pedagang
“Kami belajar tentang sejarah, keberanian, dan keikhlasan para Wali. Semoga tradisi ini tidak hilang di masa depan,” ucapnya.
Grebeg Besar Demak 2025 berlangsung meriah dengan iringan rebana, lantunan shalawat, dan barisan prajurit tradisional. Perayaan budaya tahunan ini sebagai bentuk pelestarian sejarah dan spiritualitas masyarakat Demak yang terus dijaga dari generasi ke generasi.
“Kami berkomitmen akan terus menjaga keberlanjutan tradisi. Selama rakyat dan pemimpin bersatu, tradisi ini akan terus menjadi cahaya,” jelasnya.

Identitas
Sebelumnya, Bupati Demak Eisti’anah secara resmi membuka Pasar Rakyat Grebeg Besar 2025 di Panggung Kesenian Taman Parkir Tembiring Jogo Indah pada Jumat 23 Mei 2025.
Grebeg Besar Demak 2025 kali mengusung semangat pelestarian nilai leluhur sekaligus adaptasi zaman, perhelatan ini bukan sekadar seremonial, tapi refleksi mendalam tentang identitas Kabupaten Demak yang dikenal sebagai Kota Wali di tengah arus modernitas.
Baca juga: Bupati Demak Lakukan Pisowanan, Minta Restu Kasepuhan untuk Grebeg Besar
Selain itu, Grebeg Besar Demak ini juga bukan hanya pelestarian warisan budaya, tapi juga ruang integrasi antara pemerintah, masyarakat, dan spiritualitas.

Dari sowan kasepuhan, ziarah, pasar rakyat, hingga arak-arakan budaya, semuanya merekatkan jati diri Demak sebagai Kota Wali—tempat sejarah, agama, dan budaya bertemu dan menyatu dalam denyut kehidupan masyarakat.
Pemerintah Kabupaten Demak berharap, agenda ini tidak hanya menjadi kebanggaan lokal, tetapi juga destinasi unggulan nasional, memperkuat ekonomi rakyat, dan menyemai karakter generasi penerus yang menghargai akar budaya.
“Mari jadikan Grebeg Besar ini sebagai momentum syukur, persatuan, dan promosi kekayaan budaya kita kepada dunia,” kata Bupati Demak Eisti’anah. (Adv-01)